SAAT meresmikan Bandara Nop Goliat Dekai di Yahukimo, Papua, Selasa (18/10/2016), Presiden Jokowi mencanangkan Program Satu Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di seluruh Indonesia.
"Di Jawa hanya Rp7.000 per liter, di sini ada yang sampai Rp100 ribu per liter. Di Wamena Rp60 ribu hingga Rp70 ribu per liter. Tidak bisa seperti itu. Kalau di wilayah barat dan tengah Rp7.000, ya di sini harusnya sama harganya," ujar Presiden Jokowi. (Kompas.com, 18/10/2016)
Menurut Presiden Jokowi, untuk menyamakan harga BBM di Papua dan Papua Barat dengan wilayah lainnya di Indonesia memang tidak mudah. "Dirut Pertamina menyampaikan ke saya kalau harga Rp7.000 per liter, maka ruginya banyak," ujarnya.
Presiden meminta Dirut Pertamina mencari solusi agar segera diwujudkan harga yang sama untuk BBM di seluruh wilayah Tanah Air.
Ia gambarkan masalah satu harga bukanlah masalah untung rugi, tapi dengan adanya kesamaan harga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Harganya harus sama dan diharapkan akan ada pergerakan ekonomi di sini (Papua). (Pasokan) listrik berlebih, harga BBM sama, maka akan terjadi pergerakan ekonomi," katanya.
Untuk itu, Dirut Pertamina Dwi Soetjipto meminta sokongan dana dari APBN. Namun, Jokowi menolaknya, "Enggaklah, itu urusan Pertamina. Karena yang di barat untung yang di sini kan rugi, kalau disubsidikan juga kan masih untung. Yang paling penting harganya harus sama."
Jadi, implementasi program yang dicanangkan Presiden itu tergantung solusi Dirut Pertamina. Salah satunya, harus membeli banyak pesawat pengangkut BBM sejenis Air Tractor AT-802 seperti yang dilihat Presiden di Bandara Nop Goliat Dekai. Karena, distribusi BBM lewat jalan darat ke pelosok Papua belum mungkin.
Pelaksanaan program ini perlu didorong karena bukan hanya menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat dengan mendapatkan harga BBM yang sama di seluruh Tanah Air, juga bisa menjadi titik awal deurbanisasi. Dengan didapatnya fasilitas yang sama di pelosok dan kota besar, warga cukup bertahan di pelosok pedalaman sudah bisa hidup sejahtera sehingga warga yang hidupnya kurang beruntung di kota karena berat dan kerasnya hidup dalam persaingan sempurna, diberi pilihan tempat hidup yang tenang di pelosok dengan fasilitas sama yang tersedia.
Terpenting, pemerintah konsisten dalam pelaksanaan program untuk rakyat kecil begitu. Jangan seperti distribusi tabung elpiji 3 kg, di daerah-daerah kini langka. Rakyat sulit mendapatkannya. ***
Menurut Presiden Jokowi, untuk menyamakan harga BBM di Papua dan Papua Barat dengan wilayah lainnya di Indonesia memang tidak mudah. "Dirut Pertamina menyampaikan ke saya kalau harga Rp7.000 per liter, maka ruginya banyak," ujarnya.
Presiden meminta Dirut Pertamina mencari solusi agar segera diwujudkan harga yang sama untuk BBM di seluruh wilayah Tanah Air.
Ia gambarkan masalah satu harga bukanlah masalah untung rugi, tapi dengan adanya kesamaan harga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Harganya harus sama dan diharapkan akan ada pergerakan ekonomi di sini (Papua). (Pasokan) listrik berlebih, harga BBM sama, maka akan terjadi pergerakan ekonomi," katanya.
Untuk itu, Dirut Pertamina Dwi Soetjipto meminta sokongan dana dari APBN. Namun, Jokowi menolaknya, "Enggaklah, itu urusan Pertamina. Karena yang di barat untung yang di sini kan rugi, kalau disubsidikan juga kan masih untung. Yang paling penting harganya harus sama."
Jadi, implementasi program yang dicanangkan Presiden itu tergantung solusi Dirut Pertamina. Salah satunya, harus membeli banyak pesawat pengangkut BBM sejenis Air Tractor AT-802 seperti yang dilihat Presiden di Bandara Nop Goliat Dekai. Karena, distribusi BBM lewat jalan darat ke pelosok Papua belum mungkin.
Pelaksanaan program ini perlu didorong karena bukan hanya menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat dengan mendapatkan harga BBM yang sama di seluruh Tanah Air, juga bisa menjadi titik awal deurbanisasi. Dengan didapatnya fasilitas yang sama di pelosok dan kota besar, warga cukup bertahan di pelosok pedalaman sudah bisa hidup sejahtera sehingga warga yang hidupnya kurang beruntung di kota karena berat dan kerasnya hidup dalam persaingan sempurna, diberi pilihan tempat hidup yang tenang di pelosok dengan fasilitas sama yang tersedia.
Terpenting, pemerintah konsisten dalam pelaksanaan program untuk rakyat kecil begitu. Jangan seperti distribusi tabung elpiji 3 kg, di daerah-daerah kini langka. Rakyat sulit mendapatkannya. ***
0 komentar:
Posting Komentar