TAX amnesty periode pertama yang dimulai 16 Juli 2016 mencapai klimaks saat ditutup 30 September 2016 pukul 24.00, mencatat hasil Rp3.620 triliun. Itu terdiri dari deklarasi harta dalam negeri Rp2.532 triliun, harta luar negeri Rp951 triliun, dan repatriasi Rp137 triliun. Sedang tebusan yang sudah dibayar ke bank berdasar surat setoran pajak (SSP) Rp97,2 triliun.
Akhir periode pertama tax amnesty itu disebut mencapai klimaks, karena selain dari target tebusan untuk tiga periode Rp165 triliun telah didapat lebih dari separuhnya, juga target deklarasi tiga periode Rp4.000 triliun dicapai lebih 90%. Periode kedua tax amnesty 1 Oktober—31 Desember 2016, periode ketiga 1 Januari—31 Maret 2017.
Target deklarasi Rp4.000 triliun itu semula didasarkan prediksi pemerintah harta WNI di luar negeri Rp11 ribu triliun. Ternyata, deklarasi harta dari luar negeri pada periode pertama baru Rp951 triliun dan repatriasi Rp137 triliun. Sisa untuk periode kedua dan ketiga masih besar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani berharap antusiasme terhadap tax amnesty sama pada periode kedua dan ketiga. Juga pemerintah akan mengerahkan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mengikuti tax amnesty. Untuk itu, kata Sri, pemerintah akan memberi bimbingan teknis administrasi kepada UMKM. Dengan mengikuti tax amnesty, UMKM jadi tertib administrasi hingga lebih mudah bagi bank membantu bisnis mereka. Basis pajak juga semakin masif.
Pada periode pertama sudah banyak wajib pajak (WP) UMKM ikut tax amnesty. Tebusan dari WP orang pribadi UMKM tercatat Rp2,63 triliun, dan WP badan UMKM Rp180 miliar.
Ke depan, bukan lagi kelanjutan tax amnesty masalahnya. Tapi bagaimana uang tebusan tax amnesty bisa cepat kembali beredar ke pasar. Karena banyak dana pribadi dan badan usaha terserap tax amnesty lalu masuk APBN, yang bersama ratusan triliun lainnya tertahan oleh kelambanan birokrasi menyerap anggaran. Akibatnya, pasar bisa kelangkaan likuiditas.
Tak mudah disangkal, banyak orang mengikuti tax amnesty dengan menunda rencana pembelian barang atau investasi tertentu. Itu berarti penyedotan uang oleh anggaran melebihi kuantitas normal.
Pengalaman dua tahun terakhir, lemahnya penyerapan anggaran memperlambat pertumbuhan ekonomi. Ketika penyedotan uang dari pasar di atas normal lalu penyerapan anggarannya tersendat, pelambatan pertumbuhan bisa dilengkapi stagnasi pasar.
Celakanya, kelambanan serapan anggaran oleh kementerian dan lembaga sejauh ini belum berubah signifikan. ***
Target deklarasi Rp4.000 triliun itu semula didasarkan prediksi pemerintah harta WNI di luar negeri Rp11 ribu triliun. Ternyata, deklarasi harta dari luar negeri pada periode pertama baru Rp951 triliun dan repatriasi Rp137 triliun. Sisa untuk periode kedua dan ketiga masih besar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani berharap antusiasme terhadap tax amnesty sama pada periode kedua dan ketiga. Juga pemerintah akan mengerahkan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mengikuti tax amnesty. Untuk itu, kata Sri, pemerintah akan memberi bimbingan teknis administrasi kepada UMKM. Dengan mengikuti tax amnesty, UMKM jadi tertib administrasi hingga lebih mudah bagi bank membantu bisnis mereka. Basis pajak juga semakin masif.
Pada periode pertama sudah banyak wajib pajak (WP) UMKM ikut tax amnesty. Tebusan dari WP orang pribadi UMKM tercatat Rp2,63 triliun, dan WP badan UMKM Rp180 miliar.
Ke depan, bukan lagi kelanjutan tax amnesty masalahnya. Tapi bagaimana uang tebusan tax amnesty bisa cepat kembali beredar ke pasar. Karena banyak dana pribadi dan badan usaha terserap tax amnesty lalu masuk APBN, yang bersama ratusan triliun lainnya tertahan oleh kelambanan birokrasi menyerap anggaran. Akibatnya, pasar bisa kelangkaan likuiditas.
Tak mudah disangkal, banyak orang mengikuti tax amnesty dengan menunda rencana pembelian barang atau investasi tertentu. Itu berarti penyedotan uang oleh anggaran melebihi kuantitas normal.
Pengalaman dua tahun terakhir, lemahnya penyerapan anggaran memperlambat pertumbuhan ekonomi. Ketika penyedotan uang dari pasar di atas normal lalu penyerapan anggarannya tersendat, pelambatan pertumbuhan bisa dilengkapi stagnasi pasar.
Celakanya, kelambanan serapan anggaran oleh kementerian dan lembaga sejauh ini belum berubah signifikan. ***
0 komentar:
Posting Komentar