EUFORIA tax amnesty (TA) yang menghasilkan tebusan Rp97,2 triliun pada penutupan tahap pertama 30 September 2016 berdampak positif dengan memperbaiki penerimaan negara tahun ini menjadi lebih baik dari tahun lalu. Data yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani ke Komisi XI, pekan lalu (12/10/2016), dengan dana tebusan TA tahap pertama itu pajak penghasilan (PPh) nonmigas pada akhir September 2016 menjadi Rp476,5 triliun, atau 58,2% dari target Rp819,5 triliun, dibanding dengan tahun lalu realisasi PPh nonmigas hanya Rp357,8 triliun.
Peningkatan signifikan PPh nonmigas itu mendukung realisasi pendapatan negara hingga 30 September 2016 sebesar Rp1.081 triliun, atau 60,5% dari target APBNP 2016 sebesar Rp1.786 triliun. Tahun lalu realisasi pendapatan negara hanya Rp990 triliun, atau 56,2% dari target APBNP 2015 sebesar Rp1.761 triliun. (Kompas.com, 13/10/2016)
Itu membuktikan realisasi tax amnesty telah menimbulkan persepsi positif terhadap pengelolaan ekonomi Indonesia. Sentimen positif itu menumbuhkan harapan sekaligus optimisme para pelaku pasar, terutama dengan terus menguatnya nilai tukar rupiah yang bertahan di bawah Rp13 ribu/dolar AS.
Kondisi ekonomi yang kondusif ini harus dijaga oleh pemerintah, seiring dengan mulai kembali membaiknya harga komoditas—utamanya minyak sawit yang sudah tembus di atas 750 dolar AS per ton. Dijaga dari langkah yang prematur—seperti kewajiban sapi indukan 20% dari total impor sapi bakalan yang bisa memengaruhi keseimbangan bisnis karena beda ternak sapi indukan dan penggemukan.
Hati-hati dalam mengelola ekonomi yang terkait dengan ekspor/impor itu penting. Sebab, sentimen luar negeri selalu dinamis dan masih dominan pengaruhnya terhadap ekonomi Indonesia. Contohnya, IHSG dan kurs rupiah masih selalu mengikuti tren pasar regional maupun internasional.
Sejauh ini kondisi ekonomi global masih rapuh. Sentimen positif di dalam negeri buah tax amnesty bisa tergulung jika terjadi angin buruk yang menyeret ekonomi global. Jadi langkah mempernyaman dunia usaha domestik harus lebih diutamakan untuk memperkuat ketahanan unsur-insur lokal dari ekses negatif eksternal.
Artinya, perbaikan ekonomi nasional yang terbaca dari makin baiknya penerimaan negara itu tidak harus keburu diguncang oleh kebijakan yang memperberat beban dan menyulitkan dunia usaha. Seharusnya justru dicari terus apa lagi yang bisa meringankan dunia usaha sehingga kenyamanan yang telah dicapai bisa lebih dipermantap lagi. ***
Itu membuktikan realisasi tax amnesty telah menimbulkan persepsi positif terhadap pengelolaan ekonomi Indonesia. Sentimen positif itu menumbuhkan harapan sekaligus optimisme para pelaku pasar, terutama dengan terus menguatnya nilai tukar rupiah yang bertahan di bawah Rp13 ribu/dolar AS.
Kondisi ekonomi yang kondusif ini harus dijaga oleh pemerintah, seiring dengan mulai kembali membaiknya harga komoditas—utamanya minyak sawit yang sudah tembus di atas 750 dolar AS per ton. Dijaga dari langkah yang prematur—seperti kewajiban sapi indukan 20% dari total impor sapi bakalan yang bisa memengaruhi keseimbangan bisnis karena beda ternak sapi indukan dan penggemukan.
Hati-hati dalam mengelola ekonomi yang terkait dengan ekspor/impor itu penting. Sebab, sentimen luar negeri selalu dinamis dan masih dominan pengaruhnya terhadap ekonomi Indonesia. Contohnya, IHSG dan kurs rupiah masih selalu mengikuti tren pasar regional maupun internasional.
Sejauh ini kondisi ekonomi global masih rapuh. Sentimen positif di dalam negeri buah tax amnesty bisa tergulung jika terjadi angin buruk yang menyeret ekonomi global. Jadi langkah mempernyaman dunia usaha domestik harus lebih diutamakan untuk memperkuat ketahanan unsur-insur lokal dari ekses negatif eksternal.
Artinya, perbaikan ekonomi nasional yang terbaca dari makin baiknya penerimaan negara itu tidak harus keburu diguncang oleh kebijakan yang memperberat beban dan menyulitkan dunia usaha. Seharusnya justru dicari terus apa lagi yang bisa meringankan dunia usaha sehingga kenyamanan yang telah dicapai bisa lebih dipermantap lagi. ***
0 komentar:
Posting Komentar