PUNGLI, singkatan dari pungutan liar, ada yang memelesetkan jadi singkatan "mumpung (bos) lali"—lupa.
Plesetan itu mengacu sikap umum bos yang sering hangat-hangat tahi ayam memberantas pungli. Tak lama hangat, lalu dingin.
Saat semangat bos memberantas pungli dingin itulah, pungli marak kembali. Tak kepalang, seperti terungkap di kantor Kementerian Perhubungan Jakarta, dilakukan di loket resmi pelayanan perizinan sehingga terkesan pungli yang dibayar itu tarif resmi.
Angin-anginan pemberantasan pungli itu bisa dilihat, di zaman Pak Domo (Kopkamtib) dibuat PO Box 5000 untuk alamat laporan siapa saja yang tahu ada pungli. Dengan nomor kotak pos berbeda lagi dibuat alamat pengaduan pada pemerintahan yang lalu.
Tetapi yang terjadi, ribuan surat masuk kotak pengaduan, di sisi lain pungli di seluruh negeri jalan terus. Hasil kotak pengaduan kemudian diumumkan, pengaduan terkait bidang ini sekian ribu surat atau sekian persen, bidang itu sekian persen dan seterusnya. Jumlah penindakannya tak disebutkan.
Kali ini juga begitu. Setelah operasi tangkap tangan (OTT) di Kementerian Perhubungan, Selasa (11/10/2016), Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur mengumumkan masyarakat yang mengetahui pungli supaya melapor ke kanal lapor.go.id atau SMS ke 1708, Twitter @LAPOR1708, dan e-mail halomenpan@menpan.go.id. (Kompas.com, 12/10/2016)
Laporan ke kanal tersebut dijamin ditanggapi dan ditindaklanjuti, tentu saat gerakan membasmi pungli hangat dewasa ini; Presiden Jokowi langsung turun ke lokasi OTT. Tapi untuk kelanjutannya nanti, masih harus diuji. Bandingannya, kurang apa takutnya orang pada Kopkamtib di zaman Orde Baru, tetapi kemudian selalu ada masa "mumpung (bos) lali" pada pungli.
Saat tak lupa, bos-bos melakukan banyak hal untuk mencegah pungli. Semisal membuat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasal 87 Ayat (4) butir b UU itu menyebut, PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum.
Dengan pasal UU Tipikor (kejahatan jabatan) dan KUHP (pidana umum) yang dikenakan polisi atas PNS hasil OTT, tampak pungli itu gabungan pidana korupsi dan umum. Tapi pungli marak, pertanda PNS tak tahu ancaman UU-nya. Akibatnya, pungli: siapa takut? ***
Saat semangat bos memberantas pungli dingin itulah, pungli marak kembali. Tak kepalang, seperti terungkap di kantor Kementerian Perhubungan Jakarta, dilakukan di loket resmi pelayanan perizinan sehingga terkesan pungli yang dibayar itu tarif resmi.
Angin-anginan pemberantasan pungli itu bisa dilihat, di zaman Pak Domo (Kopkamtib) dibuat PO Box 5000 untuk alamat laporan siapa saja yang tahu ada pungli. Dengan nomor kotak pos berbeda lagi dibuat alamat pengaduan pada pemerintahan yang lalu.
Tetapi yang terjadi, ribuan surat masuk kotak pengaduan, di sisi lain pungli di seluruh negeri jalan terus. Hasil kotak pengaduan kemudian diumumkan, pengaduan terkait bidang ini sekian ribu surat atau sekian persen, bidang itu sekian persen dan seterusnya. Jumlah penindakannya tak disebutkan.
Kali ini juga begitu. Setelah operasi tangkap tangan (OTT) di Kementerian Perhubungan, Selasa (11/10/2016), Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur mengumumkan masyarakat yang mengetahui pungli supaya melapor ke kanal lapor.go.id atau SMS ke 1708, Twitter @LAPOR1708, dan e-mail halomenpan@menpan.go.id. (Kompas.com, 12/10/2016)
Laporan ke kanal tersebut dijamin ditanggapi dan ditindaklanjuti, tentu saat gerakan membasmi pungli hangat dewasa ini; Presiden Jokowi langsung turun ke lokasi OTT. Tapi untuk kelanjutannya nanti, masih harus diuji. Bandingannya, kurang apa takutnya orang pada Kopkamtib di zaman Orde Baru, tetapi kemudian selalu ada masa "mumpung (bos) lali" pada pungli.
Saat tak lupa, bos-bos melakukan banyak hal untuk mencegah pungli. Semisal membuat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasal 87 Ayat (4) butir b UU itu menyebut, PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum.
Dengan pasal UU Tipikor (kejahatan jabatan) dan KUHP (pidana umum) yang dikenakan polisi atas PNS hasil OTT, tampak pungli itu gabungan pidana korupsi dan umum. Tapi pungli marak, pertanda PNS tak tahu ancaman UU-nya. Akibatnya, pungli: siapa takut? ***
0 komentar:
Posting Komentar