RAPAT Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pekan lalu menurunkan suku bunga acuan atau 7 day repo rate sebesar 0,25%, menjadi 4,75%. Namun, pihak perbankan sejauh ini belum ada tanda-tanda untuk ikut menurunkan suku bunga kreditnya.
Untuk itu, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution meminta perbankan menurunkan tingkat suku bunganya. "Artinya itu kan akan mendorong cost of fund sehingga kami berharap suku bunga turun. Walaupun enggak otomatis selalu, tapi harus diusahakan (turun)," ujar Darmin. (Kompas.com, 21/10/2016)
Menurut dia, perbankan harus bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk berupaya menurunkan suku bunga. Saat ini suku bunga perbankan dianggap masih tinggi.
"Penurunan itu semestinya terealisasi pada suku bunga deposito dulu, tabungan, baru masuk ke kredit. Di pihak lain, Kemenkeu juga perlu mendorong supaya suku bunga SUN juga turun," tambah Darmin.
Sementara itu, Dirut BRI Asmawi Syam menyatakan untuk menurunkan suku bunga deposito perbankan harus menunggu jangka waktu deposito tersebut jatuh tempo. "Deposito itu ada jangka waktunya. Kalau kebijakan yang diambil menurunkan suku bunga, ya tunggu jatuh tempo kan. Sehingga diperlukan waktu lebih panjang," ujar Asmawi. (Kompas.com, 25/10/2016)
Menurut Asmawi, penurunan suku bunga acuan BI itu sudah ditunggu-tunggu oleh perbankan. Akan tetapi, dampaknya ke suku bunga kredit tidak bisa dalam waktu dekat. "Kalau suku bunga pinjaman, kan bank menganalisis secara total," kata Asmawi.
Tentu saja, ujarnya, penurunan suku bunga acuan itu akan menurunkan cost of fund (CoF) atau biaya dana bank. Tetapi, CoF ini bukan satu-satunya indikator yang lantas membuat suku bunga pinjaman turun.
Ada komponen lain yang masuk perhitungan menentukan suku bunga kredit, seperti overheat cost, margin, serta risiko kredit macet atau non-performing loan (NPL).
Terkait NPL, hingga kuartal III 2016 industri keuangan nasional masih dalam tren meningkat. Data BI mencatat hingga Agustus 2016 rasio NPL 3,2% secara gross dan 1,5% net.
Menurut Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung, kenaikan rasio NPL hingga kuartal III 2016 tidak lepas dari kondisi perekonomian yang masih lemah. NPL meningkat juga terjadi ketika ekonomi melemah pada 2008—2009, lalu sekarang ini, jelasnya. (Kompas.com, 20/10/2016)
Rasio NPL terkesan tinggi karena kredit masih rendah. Kalau ekonomi sudah mulai jalan, jelas Juda, kredit tumbuh, rasio NPL itu turun. Masalahnya, kapan ekonomi mulai jalan? ***
Menurut dia, perbankan harus bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk berupaya menurunkan suku bunga. Saat ini suku bunga perbankan dianggap masih tinggi.
"Penurunan itu semestinya terealisasi pada suku bunga deposito dulu, tabungan, baru masuk ke kredit. Di pihak lain, Kemenkeu juga perlu mendorong supaya suku bunga SUN juga turun," tambah Darmin.
Sementara itu, Dirut BRI Asmawi Syam menyatakan untuk menurunkan suku bunga deposito perbankan harus menunggu jangka waktu deposito tersebut jatuh tempo. "Deposito itu ada jangka waktunya. Kalau kebijakan yang diambil menurunkan suku bunga, ya tunggu jatuh tempo kan. Sehingga diperlukan waktu lebih panjang," ujar Asmawi. (Kompas.com, 25/10/2016)
Menurut Asmawi, penurunan suku bunga acuan BI itu sudah ditunggu-tunggu oleh perbankan. Akan tetapi, dampaknya ke suku bunga kredit tidak bisa dalam waktu dekat. "Kalau suku bunga pinjaman, kan bank menganalisis secara total," kata Asmawi.
Tentu saja, ujarnya, penurunan suku bunga acuan itu akan menurunkan cost of fund (CoF) atau biaya dana bank. Tetapi, CoF ini bukan satu-satunya indikator yang lantas membuat suku bunga pinjaman turun.
Ada komponen lain yang masuk perhitungan menentukan suku bunga kredit, seperti overheat cost, margin, serta risiko kredit macet atau non-performing loan (NPL).
Terkait NPL, hingga kuartal III 2016 industri keuangan nasional masih dalam tren meningkat. Data BI mencatat hingga Agustus 2016 rasio NPL 3,2% secara gross dan 1,5% net.
Menurut Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung, kenaikan rasio NPL hingga kuartal III 2016 tidak lepas dari kondisi perekonomian yang masih lemah. NPL meningkat juga terjadi ketika ekonomi melemah pada 2008—2009, lalu sekarang ini, jelasnya. (Kompas.com, 20/10/2016)
Rasio NPL terkesan tinggi karena kredit masih rendah. Kalau ekonomi sudah mulai jalan, jelas Juda, kredit tumbuh, rasio NPL itu turun. Masalahnya, kapan ekonomi mulai jalan? ***
0 komentar:
Posting Komentar