SEORANG pejabat yang matanya kabur di balik kacamata hitamnya membuka pameran lukisan. Didampingi ajudan yang sekaligus pembisiknya, ia melihat-lihat lukisan. "Lukisan ini bagus, burung-burungnya hidup!" ujar pejabat.
"Jangan keras-keras, Pak!" bisik ajudan. "Itu gambar aneka ikan hias di akuarium!"
Sang pejabat pun mengikuti anjuran ajudan, dan berbisik, "Kalau yang ini dua penari Bali, kan?"
"Bukan!" bisik ajudan. "Itu gambar adu ayam!"
Akhirnya pejabat sampai ke pojok dan berbisik ke ajudan, "Ini pasti lukisan seekor gorila yang buas!" "Itu bukan lukisan!" bisik ajudan. "Tapi cermin!"
Akhirnya pejabat sampai ke pojok dan berbisik ke ajudan, "Ini pasti lukisan seekor gorila yang buas!" "Itu bukan lukisan!" bisik ajudan. "Tapi cermin!"
"Hua ha ha!" pejabat terbahak di mobil mengingat gambar dirinya di cermin dia sebut gorila buas. Ia tanya ajudan, "Yang salah mataku atau cermin?"
"Salah cerminnya!" jawab ajudan. "Karena dia tak memberikan gambaran sesuai keinginan Bapak, seperti dilakukan para bawahan Bapak!"
"Itu beda cermin dan bawahan!" timpal pejabat. "Cermin benda mati, cuma bisa objektif! Sedang bawahan manusia hidup punya kepentingan sehingga bisa subjektif! Subjektivitas membuat bawahan selalu bisa memberi gambaran sesuai keinginan atasan, sang penguasa!" "Karena itu penguasa dapat memilih gambaran dari bawahan yang subjektif, bukan dari sumber objektif yang bebas kepentingan, seperti cermin!" sela ajudan.
"Soalnya yang subjektif itu orientasinya cocok dengan kepentingan internal!" tegas pejabat. "Sedang yang objektif, karena bebas kepentingan, tak selalu cocok dengan kepentingan internal penguasa yang selalu amat spesifik!"
"Kepentingan internal yang subjektif dan amat spesifik itu memang hanya bisa dipenuhi oleh struktur internal yang subjektif!" tukas ajudan. "Untuk itu penguasa kita merekrut amat besar PNS, tenaga internal yang subjektif, karena hanya lewat 'Jalur B' (birokrasi) seperti itu kepentingan internal yang subjektif dan spesifik bisa dipenuhi!" "Itu karena penguasa kita belum bisa dan belum terbiasa menggunakan sarana-sarana objektif yang bebas kepentingan, termasuk teknologi!" timpal pejabat.
"Penguasa negara maju memakai peta satelit, atau analisis komputer, untuk dasar kebijakan yang objektifnya kepentingan publik! Bukan tujuan spesifik penguasa yang subjektif!" "Maka itu, belanja negara maju lebih banyak untuk pengembangan teknologi yang berorientasi kepentingan publik!" tegas ajudan. "Belanja negara kita lebih besar belanja pegawai, meskipun PNS telah kebanyakan masih terus ditambah!" ***
"Itu beda cermin dan bawahan!" timpal pejabat. "Cermin benda mati, cuma bisa objektif! Sedang bawahan manusia hidup punya kepentingan sehingga bisa subjektif! Subjektivitas membuat bawahan selalu bisa memberi gambaran sesuai keinginan atasan, sang penguasa!" "Karena itu penguasa dapat memilih gambaran dari bawahan yang subjektif, bukan dari sumber objektif yang bebas kepentingan, seperti cermin!" sela ajudan.
"Soalnya yang subjektif itu orientasinya cocok dengan kepentingan internal!" tegas pejabat. "Sedang yang objektif, karena bebas kepentingan, tak selalu cocok dengan kepentingan internal penguasa yang selalu amat spesifik!"
"Kepentingan internal yang subjektif dan amat spesifik itu memang hanya bisa dipenuhi oleh struktur internal yang subjektif!" tukas ajudan. "Untuk itu penguasa kita merekrut amat besar PNS, tenaga internal yang subjektif, karena hanya lewat 'Jalur B' (birokrasi) seperti itu kepentingan internal yang subjektif dan spesifik bisa dipenuhi!" "Itu karena penguasa kita belum bisa dan belum terbiasa menggunakan sarana-sarana objektif yang bebas kepentingan, termasuk teknologi!" timpal pejabat.
"Penguasa negara maju memakai peta satelit, atau analisis komputer, untuk dasar kebijakan yang objektifnya kepentingan publik! Bukan tujuan spesifik penguasa yang subjektif!" "Maka itu, belanja negara maju lebih banyak untuk pengembangan teknologi yang berorientasi kepentingan publik!" tegas ajudan. "Belanja negara kita lebih besar belanja pegawai, meskipun PNS telah kebanyakan masih terus ditambah!" ***
0 komentar:
Posting Komentar