"KPK—Komisi Pemberantasan Korupsi—mengungkap ada ratusan perusahaan pertambangan di seluruh Tanah Air tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP)," ujar Umar. "NPWP saja tidak punya, bagaimana mau bayar pajak,” tukas Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono. KPK sudah meminta para bupati mencabut izin usaha pertambangan (IUP) tanpa NPWP di daerahnya." (Kompas.com, 16/9).
"Jumlah IUP di Indonesia, menurut Giri, hampir 11 ribu. Namun, banyak tidak punya NPWP," timpal Amir. "Jadi, kami paksa kalau enggak punya NPWP, kami cabut IUP-nya. Artinya, tidak boleh operasi,” tegas Giri.
Dari ungkapan KPK itu tampak betapa besar negara dirugikan! Kekayaan alam negeri dikuras habis, di sejumlah daerah, seperti Kalimantan, Sumatera Selatan, dan lainnya, lubang bekas galian tambangnya menyisakan kerusakan alam yang parah, tetapi hasilnya tak masuk kas negara!" tegas Umar.
"Sebaliknya, jalan yang dibangun dan dirawat dengan uang rakyat hancur total dilintasi truk-truk pengangkut hasil tambang dengan muatan berlebihan!"
"Itu saja belum cukup! PT Sucofindo (Persero) memperkirakan ratusan triliun rupiah pajak pertambangan tidak masuk kas negara akibat perusahaan tambang memakai perusahaan survei bodong—tak punya integrasi data dengan pemerintah!" tukas Amir.
"Menurut Ruli Adi, kepala Divisi Sistem Sucofindo, tak ada yang tahu berapa sebenarnya batu bara kita yang keluar setiap tahun, sehingga ratusan triliun pajak tidak masuk kas negara! Belum bicara konteks kebocoran, ini hanya di sisi pajak saja!" (Kompas.com, 16/9).
"Ruli Adi mengatakan ada dua masalah dalam sektor pertambangan, baik migas maupun mineral batu bara, kebocoran migas itu sendiri dan kedua dari sisi pajak sehingga hanya 25% pajak yang masuk kas negara!" timpal Umar.
"Oleh karena itu, tegasnya, perusahaan surveyor di mana pun harus memiliki integrasi data dengan pemerintah. Dengan demikian, jumlah pajak yang disetor akan dengan mudah diketahui pemerintah!"
"Demikian besar kehilangan pajak sektor pertambangan, sekitar 75% dari total yang seharusnya masuk dan aneka kebocoran!" tegas Amir.
"Akibatnya, kekayaan alam ludes, rakyatnya tetap miskin sengsara!"
"Artinya, ke depan pemerintah harus bisa efektif merealisasikan semua itu menjadi penerimaan negara!" tegas Amir. "Selama ini pemerintah kurang efektif menangani hal itu karena keenakan, setiap butuh dana bisa ngutang lewat SUN, hingga utang pemerintah satu dekade ini menjadi dua kali lipat—lebih Rp2.500 triliun!" ***
0 komentar:
Posting Komentar