"UNTUK menjustifikasi tak ada perbaikan atas hancurnya jalan dan infrastruktur publik lainnya selama ini, pemerintah sering menonjolkan produksi minyak bumi negeri kita yang menurun terus, seperti dari 860 ribu barel/hari pada 2013 menjadi 804 ribu barel/hari pada 2014," ujar Umar.
"Padahal di sisi lain—tapi kurang ditonjolkan—sebenarnya produksi gas bumi kita masih besar, pada 2013 setara 1,2 juta barel minyak bumi/hari (detik.com, 28/2), hingga total produksi minyak dan gas (migas) kita setara 2 juta barel minyak bumi/hari!" "Memang, terkesan kuat yang ditonjolkan menurunnya produksi minyak bumi untuk membenarkan banyak hal kepentingan publik dibengkalaikan!" timpal Amir.
"Dan itu terjadi seiring naiknya secara drastis APBN tapi penggunaannya lebih terfokus pada prioritas kepentingan kekuasaan! Akibatnya, dengan jumlah APBN semakin besar, infrastruktur malah makin hancur-hancuran, terutama di luar Jawa!"
"Padahal, sebenarnya jika pengelolaan APBN adil untuk kepentingan publik, pada zaman Orde Baru dengan pendapatan migas setara 1,3 juta barel/hari saja bisa membangun infrastruktur jalan dan lain-lain yang sekarang ini untuk merawatnya saja pemerintahan kini kewalahan!" tukas Umar. "Tentu bukan mau mengatakan Orde Baru lebih ideal dan lebih baik!
Tapi adalah kenyataan, dalam pengelolaan anggaran untuk infrastruktur pemerintah sekarang jauh lebih buruk!" "Lima besar perusahaan penyedot gas di Indonesia menurut detikFinance (idem): (1) Total E&P Indonesia (Prancis), di Blok Mahakam; (2) BP Berau (Inggris), di Blok Berau, Papua; (3) ConnocoPhillips (Amerika Serikat) di Blok Corridor, Sumsel; (4) Pertamina EP (Indonesia); dan (5) ConnocoPhillips Indonesia Ltd. (Amerika Serikat) di Blok Sumsel dan Jambi!" ujar Amir.
"Dengan produksi gas setara 1,204 juta barel minyak bumi/hari dengan harga 10,26 dolar AS/mmbtu itu nilainya sebesar 23,88 miliar dolar AS." "Dengan pengelolaan APBN yang lebih adil berprioritas kepentingan publik secara lebih mendasar, terutama pembangunan manusia dengan menaikkan indeksnya yang signifikan, lalu infrastruktur, serta ketahanan pangan dan energi!" tegas Umar.
"Itulah tugas pemerintahan baru. Siapa pun naik berkuasa, harus berani melakukan restrukturisasi APBN dengan rasionalisasi subsidi dan prioritas pada subsidi pangan—dengan prioritas pada subsidi pangan China dan India bangkit jadi superpower baru! Di Indonesia, petani menyubsidi industri lewat mekanisme harga dikendalikan pemerintah!"
0 komentar:
Posting Komentar