"DIREKTUR Utama Bank Mandiri Tbk. Budi Gunadi Sadikin mengatakan perbankan Indonesia menghadapi kondisi lebih berat tahun 2014," kutip Umar. "Hal ini melihat kondisi perekonomian yang tak stabil dan suku bunga yang cenderung naik seiring kenaikan BI rate!" (Kompas.com, 6/11) "Kondisi perekonomian yang tak stabil, itu benang merah ucapannya!" kata Umar. "Di perbankan tidak stabil disebabkan suku bunga acuan (BI rate) yang naik terus, hingga dalam beberapa bulan ini menjadi 7,5%, naik sekitar 2%! Itu berarti bank harus menambah biaya Rp2 triliun setiap Rp100 triliun dana pihak ketiga (DPK), selanjutnya itu jadi beban baru para nasabah di sektor bisnis riil!"
"Beban baru yang menginfeksi setiap sel bisnis riil itu secara umum mengurangi laba perusahaan!" tegas Umar. "Itu dihitung investor, hingga indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pekan terakhir empat hari berturut merah dan akhir pekan ditutup tenggelam ke bawah angka psikologis 4.200—tepatnya 4.180,78!" "Penurunan IHSG yang berlarut beberapa bulan hingga dari nilai indeks lebih 5.000 tinggal di bawah 4.200 itu, menyeret ikut turun harga surat-surat berharga lain!" timpal Amir. "Salah satunya reksadana, dalam tiga pekan saja November 2013 dana kelolaannya susut Rp5 triliun! Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai aktiva bersih (NAB) reksadana per 22 November 2013 tercatat Rp192,23 triliun, dari NAB akhir Oktober 2013 Rp197,87 triliun!" "Itu cerminan kondisi ekonomi tak stabil ungkapan Dirut Bank Mandiri!" ujar Umar. "Karena itu, rendahnya inflasi November dan neraca perdagangan yang surplus, meski dibanggakan pemerintah, cuma mampu menahan hijau IHSG satu hari! Setelah itu menyelam merah lagi!" "Inflasi November 0,12 itu menggenapi inflasi tinggi sejak Januari jadi 8,44%! Rendahnya inflasi November akibat tumpasnya daya beli rakyat setelah kenaikan harga BBM bersamaan bulan puasa dan Lebaran!" timpal Amir. "Sedang surplus perdagangan cuma 42 juta dolar AS, padahal kebutuhan dolar Pertamina saja untuk impor BBM sehari 150—200 juta dolar AS, sebulan lebih 5 miliar dolar!" "Turunnya persentase defisit neraca berjalan (current account) dari 4,4% PDB menjadi 3,8% PDB juga ternyata bukan dari surplus perdagangan atau investasi, melainkan adanya masuk setoran bagi hasil BBM dari penambang asing!" kata Umar. "Dananya masuk kas negara, untuk belanja DPR yang naik terus! Tak relevan mengatasi ekonomi yang tak stabil! Apalagi rupiah terdepresiasi terus!" ***
0 komentar:
Posting Komentar