"PENDIDIKAN tradisional menurut Paulo Freire dalam Pedagogy of the Oppressed (1970) seperti piggy bank (celengan babi), murid jadi tabung diisi pengetahuan!" ujar Umar. "Pada periode tertentu maupun akhir suatu jenjang pendidikan isi celengan itu diuji! Model yang 50 tahun lalu dinyatakan Freire kuno itu, dipertahankan negeri kita dengan tetap dilakukannya ujian nasional (UN), yang menguji isi celengan!"
"Lestarinya pendidikan model celengan yang ketinggalan zaman setengah abad itu bukan karena demi menghindari model pendidikan kritis dari Freire yang Marxis, melainkan karena banyak model pendidikan kreatif berkarakter di 'pasar model pendidikan'!" timpal Amir.
"Tapi alasannya lagi-lagi ke perspektif Freire, karena the oppressor (penguasa penindas sang penentu sistem) selalu berusaha mempertahankan status quo determinasi kekuasaannya atas sistem dan the oppressed—guru, murid, dan lembaganya yang ditindas! Seantero negeri guru dan murid demo menolak UN pun tak ada artinya di bawah kekuasaan oppressor yang tangguh mempertahankan status quo—sekaligus melindungi segala kepentingan penguasa!"
"Itu yang menjawab kenapa meski gonta-ganti kurikulum sekalipun pendidikan kita selalu tertinggal, bahkan dari Malaysia yang 50 tahun lalu mengimpor guru dari Indonesia!" kata Umar.
"Artinya, bukan faktor guru jika pendidikan kita jadi terbelakang dalam laju kemajuan zaman, karena terbukti guru kita di negeri lain bisa membuat kemajuan signifikan!
Tapi, blundernya, terletak pada sistemnya yang dilestarikan dengan status quo menjaga amannya kepentingan the oppressor!"
"Bukan lagi cuma Freire, secara universal pendidikan model celengan kini sudah dinyatakan dehumanisasi, sebab melawan kodrat manusia yang setiap pribadi punya potensi berkembang sesuai bakat dan dukungan lingkungannya!" timpal Amir.
"Sedang dalam model celengan dijadikan makhluk statis, nyaris benda mati, karena setiap ditarik isi celengannya harus sesuai dengan yang dimasukkan!"
"Determinasi kepentingan kekuasaan terhadap sistem pendidikan dalam model celengan itu bukan saja memasung pengembangan kapasitas pribadi-pribadi guru dan murid karena secara nasional segala prosesnya telah ditakar lewat UN, kurikulum, dan pelaksanaan teknisnya!" tukas Umar.
"Melainkan sekaligus memasung bangsa dalam pengembangan kapasitas sumber daya manusianya! Sehingga, gonta-ganti kurikulum juga secara praktis cuma ganti celengan, dari 'celengan babi' ke 'celengan semar'!" ***
0 komentar:
Posting Komentar