Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Rupiah, Cermin Kondisi Ekonomi!


"MESKI pemerintah terus berdalih untuk mengelak dari tanggung jawab, tak bisa diingkari ambruknya kurs rupiah pekan lalu tembus Rp12.000/dolar AS merupakan cermin kondisi ekonomi Indonesia!" tegas Umar. 

"Kaum ibu yang setiap pagi belanja kebutuhan hidup bisa merasakan betapa merosot nilai rupiah, dengan jumlah uang sama kian sedikit belanjaan didapat!" 

"Dengan keterbatasan uang belanja, kalau bukan kuantitas makanan yang dikurangi, maka kualitasnya!" timpal Amir. "Kedua pilihan sama buruknya bagi pemenuhan kebutuhan fisik warga! Jadi, runtuhnya rupiah sebagai cerminan kondisi ekonomi, juga menurunkan kondisi fisik rakyat!"


"Di pasar spot Jumat sore rupiah ditutup pada Rp11.965/dolar AS atau sepekan melemah 2,26%. Kurs tengah BI malah lebih rendah, Rp11.977/dolar AS atau melemah 2,31%!" (Kompa.com, 30-11) lanjut Umar. 

"Pemerintah, dalam hal ini menteri keuangan, setelah pasrah dan menyerahkan sepenuhnya kendali rupiah pada BI, bukannya bicara kemungkinan kebijakan membantu mengatasi krisis kurs rupiah, tapi lagi-lagi mengajak tunggu laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Senin 2 Desember hari ini tentang inflasi dan neraca perdagangan--ekspor/impor!" "Itu karena otoritas moneter di tangan BI!" tukas Amir. 

"Tapi pemerintah idealnya memikirkan jalan keluar rakyatnya dari kesulitan ekonomi yang dicerminkan oleh terpuruknya kurs rupiah! Karena banyak penyebab kesulitan itu akibat fungsi pelayanan pemerintah tak dipenuhi! Misalnya, tak membangun kilang minyak bumi sesuai peningkatan kebutuhan! Akibatnya kita jadi net importer BBM, yang menguras dolar, rupiah pun terkapar!" 

"Lalai membangun kilang minyak sendiri di dalam negeri, itu cuma salah satu kesalahan pemerintah yang memperburuk kondisi ekonomi bangsa!" timpal Umar. "Kelalaian memberi insentif pembangunan industri manufaktur, sehingga kebutuhan kelas menengah yang merebak pesat harus impor, atau ditutupi dari seludupan! 

Semua sisi itu menguras devisa! Borosnya devisa di underground economy, seperti penyeludupan, lebih berbahaya karena sukar diprediksi besarnya pemakaian!" "Begitu kalang kabut kondisi ekonomi yang dicerminkan ambruknya nilai rupiah!" tegas Amir. 

"Belum lagi lalai merawat infrastruktur untuk konektifitas ekonomi darat, laut dan udara--bahkan yang sudah dibangun Orde Baru di luar Jawa banyak rusak berat--pertumbuhan ekonomi di daerah pun rendah! Semua akibat kelalaian pemerintah itu pun akhirnya dibebankan ke pundak BI!" ***

0 komentar: