Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Ibu Bangsa dan Dialog Kebangsaan!


"KONGRES Perempuan II 1935 menetapkan kewajiban utama wanita Indonesia adalah menjadi Ibu Bangsa yang menumbuhkan generasi baru yang lebih sadar akan kebangsaannya!" ujar Umar. 

"Pada masa sebelum merdeka itu, masalah kebangsaan jelas relevan sekali demi mencapai negara Indonesia merdeka satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa sesuai Sumpah Pemuda! Tapi alangkah dahsyat canangan Kongres Perempuan nyaris 80 tahun lalu itu, karena sampai hari ini pun kita masih intens melakukan dialog kebangsaan!"

"Itu menunjukkan sejak awal betapa tajam dan brilian perempuan Indonesia sesungguhnya!" timpal Amir. "Cerminan keunggulan Ratu Sima dari Mataram I yang mewariskan Candi Borobudur, atau Bundo Kandung dari Pagaruyung dengan warisan kultur ibu (matriarchart), suatu sistem budaya harmoni ninik-mamak, cerdik-pandai, dan alim-ulama dengan dasar budaya bersendi adat, adat bersendi sarak, sarak bersendi Kitabullah!" 

"Namun, karena pada awal kemerdekaan diperlukan kekuatan otot dan tenaga untuk mempertahankan kemerdekaan, kepemimpinan bangsa didominasi pria!" kata Umar. "Dan itu kebablasan menjadi determinasi pria yang dengan kekuasaan berlebihan kurang memberi peluang pada kaum perempuan untuk mengembangkan kapasitasnya sebagai Ibu Bangsa! 

Dalam berpolitik, misalnya, hingga kini masih dicengkeram diskriminasi berselubung kuota sekian persen untuk perempuan—secara nyata kuota itu justru membatasi kiprah perempuan! Justru kian dikesankan pemberian itu atas kemurahan hati pria, makin kuat wujud determinasi pria!" 

"Akibatnya, tanpa peran Ibu Bangsa yang prima, tugas menumbuhkan generasi baru yang lebih sadar kebangsaannya berjalan kurang optimal!" timpal Amir. "Semakin perlunya dialog kebangsaan yang intens belakangan ini mengesankan tak kunjung matangnya kesadaran kebangsaan anak-anak bangsa! Itu menuntut jalan keluar dari kelemahan kehidupan berbangsa akibat kerawanan laten konflik SARA—suku, agama, ras, dan antargolongan!" 

 "Satu-satunya solusi mengatasi krisis kebangsaan dengan kerawanan konflik SARA itu adalah kembali ke khitah Kongres Perempuan II, mengoptimalkan peran Ibu Bangsa menumbuhkan generasi baru yang lebih sadar kebangsaannya!" tegas Umar.

"Untuk itu jelas diperlukan konsep baru menjunjung ibu yang di telapak kakinya terdapat surga, suatu konsep yang lebih mendasar dan komprehensif daripada sekadar basa-basi kuota politik maupun proyek-proyek komplimenter kementerian peranan wanita selama ini!" ***

0 komentar: