"KONFLIK politik Thailand memasuki tahap kritis!" ujar Umar. "Massa oposisi yang dua bulan terakhir menuntut mundur Perdana Menteri Yingluck Sinawatra, Rabu (15/1), ditembaki orang tak dikenal di lokasi aksi mereka, pusat bisnis Kota Bangkok! Dua pendemo terluka! Sebelumnya, Selasa (14/1), sebuah peledak dilempar ke rumah pemimpin oposisi Abhisit Vejjajiva, mantan Perdana Menteri Thailand!"
"Provokasi tersebut belum bisa dipastikan siapa pelakunya, tapi akibatnya krisis politik semakin panas!" timpal Amir.
"Tuntutan oposisi agar Yingluck mundur itu karena dianggap hanya sebagai boneka abangnya, Thaksin Sinawatra! Merespons desakan itu, Yingluck yang terpilih dalam pemilu Agustus 2011 menyiapkan pemilu dipercepat Februari 2014. Tapi, oposisi justru memboikot pemilu tersebut karena hampir bisa dipastikan akan dimenangkan keluarga Sinawatra yang kaya raya!"
"Sejak awal memang sukar mengalahkan keluarga Sinawatra lewat pemilu yang demokratis karena keluarga itu bukan hanya kaya raya, melainkan juga merakyat di Partai Pheu Thai—'partai wong cilik berkaus merah'!" tukas Umar.
"Karena itu, saat Thaksin menjadi perdana menteri, ia hanya bisa dijatuhkan lewat kudeta militer lantas dijadikan buron dengan tuduhan korupsi! Tapi massa berkaus merah mengadakan perlawanan besar-besaran, menduduki pusat bisnis Bangkok serta bandara, dan berujung pemilu yang lagi-lagi dimenangkan keluarga Sinawatra!"
"Kenyataan itu meresahkan massa kritis negerinya!" timpal Amir.
"Mungkin mereka merasa cukup menjunjung satu monarki saja, Raja Bhumibol! Tapi ternyata mereka juga harus tunduk pada 'monarki bisnis' Sinawatra yang menguasai pemerintahan! Gejala anti-Sinawatra ini menekan politik Thailand zaman ke zaman!
Provokasi bisa memperbesar massa antipemerintah yang kini telah mencapai puluhan ribu orang di kawasan pusat bisnis Bangkok!"
"Yingluck Sinawatra lahir 21 Juni 1967 di Provinsi Chiang Mai, menjadi perdana menteri ke-28 Thailand pada usia 45 dan sebagai perempuan pertama dan termuda menduduki posisi itu di negerinya!" tegas Umar.
"Ia mendapat tekanan politik bukan karena kinerjanya, melainkan karena keluarga Sinawatra! Kinerja pemerintahan Yingluck, secara ekonomi, tak bisa dijadikan alasan oleh oposisi untuk menjatuhkannya!
Maka itu, ia memilih strategi bertahan lewat pemilu demokratis, sekaligus sebagai justifikasi 'langkah persuasif' jika perlu dilakukan, baik mengusir massa dari pusat bisnis dengan militer, atau mengisi lokasi itu dengan massa kaus merah!" ***
0 komentar:
Posting Komentar