AKIBAT industri mebel nasional kini terpuruk, sekitar 2,1 juta orang yang menggantungkan hidupnya pada industri tersebut terancam penghidupannya. Penurunan daya saing ekspornya membuat keunggulan komparatif yang dimiliki produk mebel Indonesia tidak bisa dimanfaatkan.
Minimnya dukungan regulasi, seperti sulitnya bahan baku, rumitnya izin ekspor, dan tingginya suku bunga pinjaman mengaburkan semua potensi keunggulan Indonesia, seperti pemilik hutan yang amat luas, sumber daya manusia yang besar dengan keterampilan mengukir mebel jati, dan iklim investasi yang berpotensi dikembangkan.
"Saat Vietnam dan Malaysia terus melesat sebagai negara pengekspor mebel di Asia Tenggara, daya saing Indonesia justru anjlok dalam dua tahun terakhir. Pemerintah belum belajar dari kesuksesan negara lain," ujar Wakil Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur, di Bandung (Kompas, 27/3/2017).
Menurut data HIMKI, dari 20 negara eksportir produk mebel dunia, Indonesia hanya berada di peringkat ke-17. Nilai ekspor mebel nasional pada 2015 hanya 1,93 miliar dolar AS. Angka ini melorot menjadi 1,6 miliar dolar AS pada 2016 dan diperkirakan anjlok lagi menjadi 1,3 miliar dolar AS pada 2017.
Nilai ekspor itu kalah jauh dari Vietnam yang mencatat nilai ekspor hingga 6,9 miliar dolar dan Malaysia 2,4 miliar dolar pada 2015. "Penurunan nilai ekspor 2015 ke 2016 sekitar 300 juta dolar AS memaksa sekitar 150 ribu orang kehilangan pekerjaan. Jumlah itu akan semakin tinggi jika tidak diperbaiki," ujar Sobur.
Penelusuran Kompas di sentra industri mebel Jepara, Jawa Tengah, menemukan hampir 80% usaha mebel gulung tikar sejak 2010. Hilir mudik truk pengangkut mebel yang sebelum 2008 begitu ramai kini tidak terlihat lagi.
Berdasarkan data HIMKI Jepara Raya, jika pada 2010 jumlah industri mebel di Jepara dan sekitarnya menvapai 5.000 usaha, saat ini hanya ada 700—1.200 unit usaha kecil, menengah, ataupun besar.
Di sentra industri kerajinan rotan Cirebon, kondisinya tidak jauh berbeda. Rotan mentah di gudang perajin dan pabrik pemasok menipis. Truk dan mobil bak terbuka di sejumlah pabrik hanya terparkir.
Kondisi industri mebel yang terpuruk itu, menurut Sekjen Kemenperin Haris Munanadar, akan dirapat-terbataskan kabinet (Kompas, 29/3/2017). Diharapkan, masalah ini segera teratasi karena rapat terbatas kabinet biasanya dipimpin Presiden Joko Widodo, yang sebelum terjun ke dunia politik berpengalaman sebagai eksportir mebel. ***
"Saat Vietnam dan Malaysia terus melesat sebagai negara pengekspor mebel di Asia Tenggara, daya saing Indonesia justru anjlok dalam dua tahun terakhir. Pemerintah belum belajar dari kesuksesan negara lain," ujar Wakil Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur, di Bandung (Kompas, 27/3/2017).
Menurut data HIMKI, dari 20 negara eksportir produk mebel dunia, Indonesia hanya berada di peringkat ke-17. Nilai ekspor mebel nasional pada 2015 hanya 1,93 miliar dolar AS. Angka ini melorot menjadi 1,6 miliar dolar AS pada 2016 dan diperkirakan anjlok lagi menjadi 1,3 miliar dolar AS pada 2017.
Nilai ekspor itu kalah jauh dari Vietnam yang mencatat nilai ekspor hingga 6,9 miliar dolar dan Malaysia 2,4 miliar dolar pada 2015. "Penurunan nilai ekspor 2015 ke 2016 sekitar 300 juta dolar AS memaksa sekitar 150 ribu orang kehilangan pekerjaan. Jumlah itu akan semakin tinggi jika tidak diperbaiki," ujar Sobur.
Penelusuran Kompas di sentra industri mebel Jepara, Jawa Tengah, menemukan hampir 80% usaha mebel gulung tikar sejak 2010. Hilir mudik truk pengangkut mebel yang sebelum 2008 begitu ramai kini tidak terlihat lagi.
Berdasarkan data HIMKI Jepara Raya, jika pada 2010 jumlah industri mebel di Jepara dan sekitarnya menvapai 5.000 usaha, saat ini hanya ada 700—1.200 unit usaha kecil, menengah, ataupun besar.
Di sentra industri kerajinan rotan Cirebon, kondisinya tidak jauh berbeda. Rotan mentah di gudang perajin dan pabrik pemasok menipis. Truk dan mobil bak terbuka di sejumlah pabrik hanya terparkir.
Kondisi industri mebel yang terpuruk itu, menurut Sekjen Kemenperin Haris Munanadar, akan dirapat-terbataskan kabinet (Kompas, 29/3/2017). Diharapkan, masalah ini segera teratasi karena rapat terbatas kabinet biasanya dipimpin Presiden Joko Widodo, yang sebelum terjun ke dunia politik berpengalaman sebagai eksportir mebel. ***
0 komentar:
Posting Komentar