DI Provinsi Lampung terdapat 195 lembaga keuangan mikro Baitul Mal wa Tamwil (BMT) yang 23 tahun lalu berdiri diinisiasi Pusat Inkubasi Usaha Kecil (Pinbuk) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Sebanyak 165 BMT hidup sehat, beberapa di antaranya punya aset ratusan miliar rupiah, ada yang punya anggota 98 ribu orang.
Demikian pengelola Pinbuk ICMI Lampung Ngatio Haryanto menyatakan dalam acara silaturahmi ICMI Orwil Lampung di Universitas Bandar Lampung, Senin (27/2/2017). Hadir dalam acara itu segenap jajaran pengurus ICMI Orwil Lampung di bawah pimpinan ketua umum HM Yusuf Sulfarano Barusman.
Menurut Ngatio, 30 BMT masih belum bisa dikatakan sukses, meski masih bertahan hidup, pengelolaannya tidak on the track sesuai dengan yang digariskan Pinbuk sejak awal. Namun, masih tetap terbuka untuk dilakukan "pelurusan" dan pembinaan lebih lanjut.
Keberhasilan 165 BMT itu mengembangkan diri dan membangun ekonomi anggotanya, menurut Ngatio, karena para pengelolanya mengamalkan fondasi moral BMT, yaitu pengurus BMT berpuasa Senin-Kamis sehingga tercipta penghematan berkelanjutan dalam pengelolaan BMT.
Lalu, melakukan salat malam (tahajud), dan salat duha. Dan untuk para anggotanya, tiada hari tanpa sedekah. Kalau setiap anggota setiap hari bersedekah Rp2.000 saja, pada BMT yang beranggota 98 ribu orang itu setiap hari terkumpul dana sebanyak Rp196 juta. Dalam sebulan kalikan 30.
Badan hukum BMT, menurut Ngatio, berbentuk koperasi syariah sehingga aturan mainnya pakai UU Koperasi dengan pembinaannya di bawah pusat koperasi syariah.
Secara diam-diam, lembaga keuangan mikro BMT sebenarnya hidup subur dan menjamur di Provinsi Lampung. Selain ICMI, pengurus wilayah Muhammadiyah Lampung juga membina puluhan BMT, kebanyakan di sekitar lokasi pasar tempel. Salah satunya dekat pasar tempel di Sukarame, Bandar Lampung, asetnya juga miliaran rupiah. Ormas lain seperti NU juga punya banyak BMT.
Meskipun demikian, di Lampung belum ada pusat studi microfinance seperti yang dibuat Bank Rakyat Indonesia (BRI) bekerja sama dengan Universitas Hasanuddin di Makassar. Dengan pengalaman lapangan microfinance BMT yang sudah mengakar di Lampung, usaha mengangkat microfinance sebagai ilmu tidaklah berlebihan.
Selama ini kebanyakan literatur microfinance dibuat ilmuwan asing, terutama AS dan Jerman berlatar belakang akademisi. Kalau pusat studi microfinance dibangun di Lampung, orang bisa studi sejalan teori dan praktik lapangan. ***
Menurut Ngatio, 30 BMT masih belum bisa dikatakan sukses, meski masih bertahan hidup, pengelolaannya tidak on the track sesuai dengan yang digariskan Pinbuk sejak awal. Namun, masih tetap terbuka untuk dilakukan "pelurusan" dan pembinaan lebih lanjut.
Keberhasilan 165 BMT itu mengembangkan diri dan membangun ekonomi anggotanya, menurut Ngatio, karena para pengelolanya mengamalkan fondasi moral BMT, yaitu pengurus BMT berpuasa Senin-Kamis sehingga tercipta penghematan berkelanjutan dalam pengelolaan BMT.
Lalu, melakukan salat malam (tahajud), dan salat duha. Dan untuk para anggotanya, tiada hari tanpa sedekah. Kalau setiap anggota setiap hari bersedekah Rp2.000 saja, pada BMT yang beranggota 98 ribu orang itu setiap hari terkumpul dana sebanyak Rp196 juta. Dalam sebulan kalikan 30.
Badan hukum BMT, menurut Ngatio, berbentuk koperasi syariah sehingga aturan mainnya pakai UU Koperasi dengan pembinaannya di bawah pusat koperasi syariah.
Secara diam-diam, lembaga keuangan mikro BMT sebenarnya hidup subur dan menjamur di Provinsi Lampung. Selain ICMI, pengurus wilayah Muhammadiyah Lampung juga membina puluhan BMT, kebanyakan di sekitar lokasi pasar tempel. Salah satunya dekat pasar tempel di Sukarame, Bandar Lampung, asetnya juga miliaran rupiah. Ormas lain seperti NU juga punya banyak BMT.
Meskipun demikian, di Lampung belum ada pusat studi microfinance seperti yang dibuat Bank Rakyat Indonesia (BRI) bekerja sama dengan Universitas Hasanuddin di Makassar. Dengan pengalaman lapangan microfinance BMT yang sudah mengakar di Lampung, usaha mengangkat microfinance sebagai ilmu tidaklah berlebihan.
Selama ini kebanyakan literatur microfinance dibuat ilmuwan asing, terutama AS dan Jerman berlatar belakang akademisi. Kalau pusat studi microfinance dibangun di Lampung, orang bisa studi sejalan teori dan praktik lapangan. ***
0 komentar:
Posting Komentar