Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Dunia Memasuki Era Neo-Proteksionisme!

DUNIA memasuki era neo-proteksionisme, isme baru berjiwakan populisme Amerika Serikat (AS). Kondisi baru ini menuntut penyesuaian para pengelola ekonomi negara Eropa, Asia, dan Amerika Latin setelah pertemuan G-20 di Jerman 17-18 Maret 2017 lalu gagal melahirkan arah ekonomi dunia akibat AS ngotot pada maunya sendiri.
"AS tetap meminta perdagangan fair yang hanya sesuai dengan kebutuhannya sehingga tidak selalu sama dengan kebutuhan global," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani yang Rabu (22/3/2017) menggelar temu pers membicarakan sistem perekonomian global yang berada di jalan buntu usai kegagalan G-20 merumuskan arah perekonomian dunia. Sri bersama Gubernur BI Agus Martowardojo baru kembali dari pertemuan tersebut. (MI, 23/3/2017)
Semua menteri keuangan dari Eropa, Asia, dan Amerika Latin, kata Sri, menyuarakan pentingnya perdagangan global dalam pemulihan ekonomi dan mengharapkan komitmen terhadap sikap antiproteksionistis. "Jika semua negara melakukan hal yang sama, akan terjadi perang dagang dan perang curency (kurs mata uang) yang pasti berpengaruh ke semua negara," tukas Sri.
Di sisi lain, perang dagang dan curency sebagai wujud persaingan sempurna, yang menciptakan situasi survival of the fittest--hanya yang terkuat yang berhak hidup, alias mundur jauh ke zaman kapitalisme klasik itulah tujuan Donald Trump yang besar sebagai pengusaha di negeri kapitalis tersebut.
Artinya, dengan proteksionisme America First-nya Trump menerapkan ke perdagangan global persaingan murni di mana hanya yang terkuat yang berhak hidup seperti yang ia lakoni sebagai pengusaha selama ini.
Dengan itu Amerika sebagai negara ekonomi terbesar dan terkuat dunia akan lebih terjamin keluar sebagai pemenang. Sedang negara-negara lain harus siap didikte, atau bahkan negara-negara lemah yang belum berkembang harus siap dipecundang, jadi korban keganasan imperialisme--kembali seperti di Abad ke-19 sampai awal Abad ke-20.
Sri Mulyani pun menyatakan, proteksionisme merupakan suatu ancaman yang nyata dalam perdagangan global. "Ini kemunduran bagi G-20, Indonesia betul-betul mewaspadai kondisi ini sebab peranan perdagangan cukup besar pada ekonomi kita," tegasnya.
Dengan neo-proteksionisme-nya itu, ekonomi AS enclave, persis seperti kemakmuran dalam kompleks Freeport yang terisolasi, tidak sedikit pun bisa dinikmati warga sekitarnya yang melarat berkepanjangan. Apalagi Trump membangun tembok kokoh setinggi 9 meter sepanjang perbatasan AS-Meksiko. ***

0 komentar: