GEJALA menguatnya kelompok radikal dan garis keras saat ini, kata Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, terjadi akibat elite memperalat kelompok tersebut untuk kepentingan politik sesaat, seperti pemilu atau pilkada. Dia mengecam elite yang menjadikan kelompok radikal sebagai alat untuk kepentingan politik sesaat.
Jika kelompok garis keras dianggap sebagai ancaman serius bagi Pancasila, elite politik dan segenap masyarakat harus menyelesaikan persoalan ini. Menurut dia, terlalu berbahaya jika kelompok yang mengancam ideologi bangsa ini dipergunakan demi meraih kekuasaan.
Dalam diskusi Merawat Keindonesiaan: Deradikalisasi melalui Politik Kebudayaan, di Jakarta, Jumat (10/3/2017), Dedi mengatakan, "Aneh dengan negeri ini, katanya takut Indonesia kehilangan ideologi, takut Indonesia kehilangan pluralisme, dan takut Indonesia kehilangan ideologi kebangsaan, tetapi setiap saat elite politik dan kekuasaan berkolaborasi (dengan kelompok garis keras)." (BeritaSatu, 11/3/2017)
Menguatnya kelompok garis keras, menurut Dedi, juga terjadi lantaran ada ruang bagi mereka untuk tampil di publik melalui pengerahan massa, mimbar-mimbar, media massa, dan lainnya. Ia mengaku heran adanya kondisi tersebut sebagai ancaman terhadap ideologi bangsa tidak dirasakan sebagian elite politik.
Bahkan, sebagian pejabat publik, termasuk kepala daerah, memilih berkompromi dengan kelompok garis keras. Mereka lebih khawatir kehilangan aset elektabilitas dan popularitas ketimbang bersikap tegas terhadap kelompok tersebut.
Akibatnya, kelompok garis keras ini seakan telah menjadi penentu jalannya pemerintahan di daerah. Kepala daerah yang berpihak pada rakyat, merawat orang sakit, menyantuni orang miskin, dan lainnya, tetap saja akan diganggu jika tidak merangkul kelompok itu. "Sebaliknya, walaupun banyak salah, pasti dipuji terus karena banyak menyumbang (kepada kelompok itu)," ujar Dedi.
Menguatnya kelompok radikal dan garis keras mengancam negeri Pancasila juga merupakan keprihatinan Presiden Jokowi dan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pertemuan keduanya Kamis (9/3/2017). Itu tecermin dari simpul pertemuan, kesepakatan untuk bersama menyelamatkan negeri Pancasila.
Imbauan agar elite politik menyelesaikan masalah ini, dengan tekanan Dedi Mulyadi di daerah, relevan untuk mengeliminasi gangguan kelompok radikal juga garis keras justru di daerah yang kelompok radikal dan garis keras belum mencolok. ***
Dalam diskusi Merawat Keindonesiaan: Deradikalisasi melalui Politik Kebudayaan, di Jakarta, Jumat (10/3/2017), Dedi mengatakan, "Aneh dengan negeri ini, katanya takut Indonesia kehilangan ideologi, takut Indonesia kehilangan pluralisme, dan takut Indonesia kehilangan ideologi kebangsaan, tetapi setiap saat elite politik dan kekuasaan berkolaborasi (dengan kelompok garis keras)." (BeritaSatu, 11/3/2017)
Menguatnya kelompok garis keras, menurut Dedi, juga terjadi lantaran ada ruang bagi mereka untuk tampil di publik melalui pengerahan massa, mimbar-mimbar, media massa, dan lainnya. Ia mengaku heran adanya kondisi tersebut sebagai ancaman terhadap ideologi bangsa tidak dirasakan sebagian elite politik.
Bahkan, sebagian pejabat publik, termasuk kepala daerah, memilih berkompromi dengan kelompok garis keras. Mereka lebih khawatir kehilangan aset elektabilitas dan popularitas ketimbang bersikap tegas terhadap kelompok tersebut.
Akibatnya, kelompok garis keras ini seakan telah menjadi penentu jalannya pemerintahan di daerah. Kepala daerah yang berpihak pada rakyat, merawat orang sakit, menyantuni orang miskin, dan lainnya, tetap saja akan diganggu jika tidak merangkul kelompok itu. "Sebaliknya, walaupun banyak salah, pasti dipuji terus karena banyak menyumbang (kepada kelompok itu)," ujar Dedi.
Menguatnya kelompok radikal dan garis keras mengancam negeri Pancasila juga merupakan keprihatinan Presiden Jokowi dan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pertemuan keduanya Kamis (9/3/2017). Itu tecermin dari simpul pertemuan, kesepakatan untuk bersama menyelamatkan negeri Pancasila.
Imbauan agar elite politik menyelesaikan masalah ini, dengan tekanan Dedi Mulyadi di daerah, relevan untuk mengeliminasi gangguan kelompok radikal juga garis keras justru di daerah yang kelompok radikal dan garis keras belum mencolok. ***
0 komentar:
Posting Komentar