USAI dakwaan dibacakan, sejumlah tokoh yang namanya disebut jaksa menerima dana kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) membantah dakwaan pada sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tersebut. Bantahan itu antara lain dari Setya Novanto, Marzuki Alie, Ade Komarudin, Yasonna Laoly.
Namun, pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tak ambil pusing dengan ramainya bantahan tersebut. Menurut KPK, perdebatan nantinya lebih sesuai bila dilakukan di ruang persidangan.
"Hukum mengizinkan pihak-pihak terkait pada proses peradilan untuk membantah atau menerima pengakuan pihak lain. Itu sebabnya, pengadilan adalah koridor tempat perdebatan itu dilakukan," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. (detiknews, 13/3/2017)
KPK menegaskan tidak bergantung pada bantahan tersebut dalam membuktikan fakta-fakta di persidangan nantinya. Selain di persidangan, KPK akan memanggil para pihak yang disebut terlibat dalam rangka meminta keterangan guna pengembangan perkara.
"Keduanya jalan (persidangan dan pemanggilan ke KPK)," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
Dalam waktu dekat, KPK memastikan melakukan gelar perkara untuk penetapan tersangka baru. Penetapan itu berkaitan dengan dakwaan yang menyebut Irman dan Sugiharto melakukan tindakan korupsi secara bersama-sama, tambahnya.
Tidak disertakannya inisiator korupsi KTP-el yang disebut dalam dakwaan sebagai tersangka, seperti Andi Narogong dan ketiga tokoh lainnya—Novanto, Nazaruddin, dan Anas Urbaningrum, memang dipertanyakan. Apalagi menurut dakwaan itu, keempat orang tersebut menerima bagian yang besar dana KTP-el, yakni Andi Narogong dan Novanto Rp574 miliar, juga Nazaruddin dan Anas Rp574 miliar.
Terkait ramainya bantahan itu, juru bicara KPK Febri Diansyah mengimbau pihak tersebut untuk bersikap kooperatif dalam kasus dugaan korupsi KTP-el. Menurut dia, dalam menghadapi proses hukum sikap kooperatif lebih bermanfaat ketimbang membantah.
Salah satu sikap koperatif adalah dengan menyerahkan kembali uang dugaan korupsi dan memberi keterangan yang relevan kepada KPK. "Tidak ada gunanya melakukan bantahan karena akan lebih baik untuk proses hukum kalau itu (uang dugaan korupsi) dikembalikan dan disampaikan langsung kepada KPK," ujar Febri. (Kompas.com, 13/3/2017)
Meski pengembalian uang tidak menghapus tindak pidana yang dilakukan, menurut Febri, tentu saja akan menjadi faktor meringankan.
Tapi, pasti rikuh untuk mengembalikan kalau telanjur membantah terima. ***
"Hukum mengizinkan pihak-pihak terkait pada proses peradilan untuk membantah atau menerima pengakuan pihak lain. Itu sebabnya, pengadilan adalah koridor tempat perdebatan itu dilakukan," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. (detiknews, 13/3/2017)
KPK menegaskan tidak bergantung pada bantahan tersebut dalam membuktikan fakta-fakta di persidangan nantinya. Selain di persidangan, KPK akan memanggil para pihak yang disebut terlibat dalam rangka meminta keterangan guna pengembangan perkara.
"Keduanya jalan (persidangan dan pemanggilan ke KPK)," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
Dalam waktu dekat, KPK memastikan melakukan gelar perkara untuk penetapan tersangka baru. Penetapan itu berkaitan dengan dakwaan yang menyebut Irman dan Sugiharto melakukan tindakan korupsi secara bersama-sama, tambahnya.
Tidak disertakannya inisiator korupsi KTP-el yang disebut dalam dakwaan sebagai tersangka, seperti Andi Narogong dan ketiga tokoh lainnya—Novanto, Nazaruddin, dan Anas Urbaningrum, memang dipertanyakan. Apalagi menurut dakwaan itu, keempat orang tersebut menerima bagian yang besar dana KTP-el, yakni Andi Narogong dan Novanto Rp574 miliar, juga Nazaruddin dan Anas Rp574 miliar.
Terkait ramainya bantahan itu, juru bicara KPK Febri Diansyah mengimbau pihak tersebut untuk bersikap kooperatif dalam kasus dugaan korupsi KTP-el. Menurut dia, dalam menghadapi proses hukum sikap kooperatif lebih bermanfaat ketimbang membantah.
Salah satu sikap koperatif adalah dengan menyerahkan kembali uang dugaan korupsi dan memberi keterangan yang relevan kepada KPK. "Tidak ada gunanya melakukan bantahan karena akan lebih baik untuk proses hukum kalau itu (uang dugaan korupsi) dikembalikan dan disampaikan langsung kepada KPK," ujar Febri. (Kompas.com, 13/3/2017)
Meski pengembalian uang tidak menghapus tindak pidana yang dilakukan, menurut Febri, tentu saja akan menjadi faktor meringankan.
Tapi, pasti rikuh untuk mengembalikan kalau telanjur membantah terima. ***
0 komentar:
Posting Komentar