PIDATO menutup tanwir Muahammadiyah di Ambon, Minggu (26/2/2017), Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla membahas pengamalan keadilan sosial pada sila kelima Pancasila yang dinilainya belum cukup dijalankan sebagaimana mestinya.
"Saya sependapat dengan Buya bahwa Pancasila adalah hal yang bukan kita tidak laksanakan, hanya sila kelima yang paling sulit dan paling ketat kita laksanakan karena itulah adalah sangat tepat Muhammadiyah pada tanwir ini membicarakan hal itu untuk hari ini dan ke depan, tanpa itu bangsa ini akan tercecer," ungkap Kalla. (Kompas.com, 26/2/2017)
Bicara mengenai keadilan, Kalla memberi contoh kasus banjir di Jakarta yang dinilainya menjadi masalah serius saat ini.
"Saya memberikan contoh yang sederhana, pada tahun 2017, pada Februari banjir besar di Jakarta. Tapi di Jakarta ada beberapa pintu air untuk melindungi beberapa daerah yang penting, salah satu pintu air di Manggarai. Kenapa ada pintu air di Manggarai, agar Menteng jangan banjir," ujarnya.
Dia mengatakan di kawasan Menteng ada Kantor Muhammadiyah dan juga rumahnya. Saat banjir tiba, pintu air Manggarai langsung ditutup dan dijaga polisi, dengan begitu amanlah kawasan Menteng.
"Saat hujan keras pintu air Manggarai dijaga polisi agar jangan sampai dibuka, maka banjirlah Manggarai, rakyat yang tinggal di situ kebanjiran, mereka marah, akhirnya Gubernur Basuki dengan terpaksa membuka pintu air dan banjirlah Menteng sampai ke Istana, dan orang Manggarai tepuk tangan bahwa dia telah sama dengan siapa pun. Keadilan tercapai," ungkapnya.
"Keadilan itu bisa sama rata sama rasa, tapi apakah keadilan begitu yang kita harapkan? Tentu bukan. Sebenarnya yang kita harapkan Menteng tidak banjir, tapi Manggarai dan semuanya juga tidak banjir," tegasnya.
Kalla meminta semua pihak mengintrospeksi diri dan bersatu untuk memecahkan setiap masalah yang sedang terjadi di bangsa ini. Keadilan dan kemajuan harus bisa dilaksanakan dan diraih secara bersama.
"Itulah suatu introspeksi kepada kita semua apa itu keadilan, bahwa kita memikmati suatu kemajuan secara bersama-sama, tidak sebagian kecil saja yang menikmatinya," ujarnya.
Ironi keadilan kasus banjir itu menunjukkan tugas pemerintah berat mewujudkan keadilan sosial amanat Pancasila, di tengah realitas ketimpangan serius: seperti disebut Presiden Jokowi, Jumat (24/2/2017) di Ambon, "Ada orang menguasai 3 juta hektare, malah petani tak punya lahan!"
Ironi seperti itulah yang harus cepat diatasi! ***
Bicara mengenai keadilan, Kalla memberi contoh kasus banjir di Jakarta yang dinilainya menjadi masalah serius saat ini.
"Saya memberikan contoh yang sederhana, pada tahun 2017, pada Februari banjir besar di Jakarta. Tapi di Jakarta ada beberapa pintu air untuk melindungi beberapa daerah yang penting, salah satu pintu air di Manggarai. Kenapa ada pintu air di Manggarai, agar Menteng jangan banjir," ujarnya.
Dia mengatakan di kawasan Menteng ada Kantor Muhammadiyah dan juga rumahnya. Saat banjir tiba, pintu air Manggarai langsung ditutup dan dijaga polisi, dengan begitu amanlah kawasan Menteng.
"Saat hujan keras pintu air Manggarai dijaga polisi agar jangan sampai dibuka, maka banjirlah Manggarai, rakyat yang tinggal di situ kebanjiran, mereka marah, akhirnya Gubernur Basuki dengan terpaksa membuka pintu air dan banjirlah Menteng sampai ke Istana, dan orang Manggarai tepuk tangan bahwa dia telah sama dengan siapa pun. Keadilan tercapai," ungkapnya.
"Keadilan itu bisa sama rata sama rasa, tapi apakah keadilan begitu yang kita harapkan? Tentu bukan. Sebenarnya yang kita harapkan Menteng tidak banjir, tapi Manggarai dan semuanya juga tidak banjir," tegasnya.
Kalla meminta semua pihak mengintrospeksi diri dan bersatu untuk memecahkan setiap masalah yang sedang terjadi di bangsa ini. Keadilan dan kemajuan harus bisa dilaksanakan dan diraih secara bersama.
"Itulah suatu introspeksi kepada kita semua apa itu keadilan, bahwa kita memikmati suatu kemajuan secara bersama-sama, tidak sebagian kecil saja yang menikmatinya," ujarnya.
Ironi keadilan kasus banjir itu menunjukkan tugas pemerintah berat mewujudkan keadilan sosial amanat Pancasila, di tengah realitas ketimpangan serius: seperti disebut Presiden Jokowi, Jumat (24/2/2017) di Ambon, "Ada orang menguasai 3 juta hektare, malah petani tak punya lahan!"
Ironi seperti itulah yang harus cepat diatasi! ***
0 komentar:
Posting Komentar