HAK politik mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman, yaitu hak untuk dipilih sebagai pejabat publik, dicabut oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (20/2/2017). Itu merupakan pidana tambahan atas hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan yang dijatuhkan pengadilan terhadap Irman.
Majelis Hakim, yang dipimpin Nawawi, menyatakan Irman Gusman terbukti menerima uang Rp100 juta dari pasangan pemilik CV Semesta Berjaya, Memi dan Xaveriandy Sutanto. "Patut diketahui bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," kata hakim anggota Mas'ud saat membacakan putusan. (Kompas, 21/2/2017)
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, berharap pencabutan hak politik ini menjadi standar yang dipahami semua hakim pengadilan tipikor. "Penerapan pencabutan hak politik menjadi penting sebagai efek jera," tuturnya.
Namun, Irman Gusman bukanlah orang pertama yang dijatuhi pidana tambahan pencabutan hak politik. Pidana serupa sebelumnya dijatuhkan, antara lain kepada mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan mantan Gubernur Banten Atut Chosiyah.
Dibanding nilai materi kasus yang menjerat tokoh-tokoh yang dicabut hak politiknya itu, Irman Gusman mungkin terkecil, yakni hanya menerima hadiah Rp100 juta sehingga hukuman pencabutan hak politik itu terkesan terlalu berat buat Irman.
Namun, mungkin hakim melihat dari sisi kedudukannya saat menerima hadiah tersebut, yakni sebagai ketua Dewan Perwakilan Daerah, suatu jabatan yang amat terhormat di lembaga legislatif pusat, selaku pejabat tinggi negara. Dengan demikian, hukuman berat itu mengandung pesan kepada masyarakat agar orang-orang yang berada di kedudukan terhormat senantiasa menjaga kehormatan dirinya. Lebih-lebih tidak sembrono sehingga mencemari dengan recehan kehormatan dirinya yang tinggi.
Jadi, putusan ini menjadi pesan penting bagi orang-orang yang sedang berada di kedudukan terhormat untuk selalu menjaga diri dengan sangat hati-hati untuk tidak sampai terpeleset oleh hal-hal yang dianggap sepele atau secara materi terlihat kecil sekali. Terpenting diingat akibatnya, bisa menjatuhkan dari kedudukan yang terhormat dan sama pula sakit maupun malunya. ***
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, berharap pencabutan hak politik ini menjadi standar yang dipahami semua hakim pengadilan tipikor. "Penerapan pencabutan hak politik menjadi penting sebagai efek jera," tuturnya.
Namun, Irman Gusman bukanlah orang pertama yang dijatuhi pidana tambahan pencabutan hak politik. Pidana serupa sebelumnya dijatuhkan, antara lain kepada mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan mantan Gubernur Banten Atut Chosiyah.
Dibanding nilai materi kasus yang menjerat tokoh-tokoh yang dicabut hak politiknya itu, Irman Gusman mungkin terkecil, yakni hanya menerima hadiah Rp100 juta sehingga hukuman pencabutan hak politik itu terkesan terlalu berat buat Irman.
Namun, mungkin hakim melihat dari sisi kedudukannya saat menerima hadiah tersebut, yakni sebagai ketua Dewan Perwakilan Daerah, suatu jabatan yang amat terhormat di lembaga legislatif pusat, selaku pejabat tinggi negara. Dengan demikian, hukuman berat itu mengandung pesan kepada masyarakat agar orang-orang yang berada di kedudukan terhormat senantiasa menjaga kehormatan dirinya. Lebih-lebih tidak sembrono sehingga mencemari dengan recehan kehormatan dirinya yang tinggi.
Jadi, putusan ini menjadi pesan penting bagi orang-orang yang sedang berada di kedudukan terhormat untuk selalu menjaga diri dengan sangat hati-hati untuk tidak sampai terpeleset oleh hal-hal yang dianggap sepele atau secara materi terlihat kecil sekali. Terpenting diingat akibatnya, bisa menjatuhkan dari kedudukan yang terhormat dan sama pula sakit maupun malunya. ***
0 komentar:
Posting Komentar