DALAM pidato kebudayaan hari lahir ke-91 Nahdlatul Ulama (NU), Selasa (31/1/2017) malam, di Jakarta, Ketua Umum PB NU Said Aqil Siroj mengatakan warga NU menjadikan budaya sebagai infrastruktur untuk menjalankan syariat Islam.
Dengan cara ini, menurut Said Aqil, warga NU umumnya memiliki pemahaman agama yang kuat. "Ciri khas Islam Nusantara itu membangun agama di atas landasan budaya, maka Islamnya sangat kuat," ujar Said Aqil. (Kompas.com, 1/2/2017)
Said menuturkan sejak pertama kali Islam masuk ke Indonesia, terbukti nilai-nilai Islam berhasil berakulturasi dengan budaya lokal. Ia mencontohkan budaya tahlilan yang selalu dijalankan untuk memperingati dan mendoakan orang meninggal merupakan akulturasi.
Contoh lain warga NU di Kudus, Jawa Tengah, tidak memiliki kebiasaan menyembelih sapi saat Iduladha, melainkan kerbau. Kebiasaan itu sudah dibangun sejak zaman Sunan Kudus untuk menghormati warga Hindu di daerah itu.
Ketua Panitia Harlah NU Masduki Baedlowi mengatakan tema Budaya sebagai infrastruktur penguat paham keagamaan sengaja dipilih untuk menggiatkan anak muda NU agar tidak lupa dengan akar budaya lokal. PB NU, kata Masduki, akan mengedepankan strategi kebudayaan agar dakwah-dakwah keagamaan jadi lebih menyejukkan.
Budaya atau peradaban umat manusia sebagai infrastruktur menjalankan syariat agama mudah dipahami. Infrastruktur dipahami sebagai sarana dan prasarana yang mendukung kehidupan manusia sesuai kemajuan peradaban.
Contohnya mikrofon, pengeras suara, belum dikenal pada zaman Rasulullah, tapi sekarang dengan mikrofon suara azan berkumandang lebih keras dengan menjangkau warga lebih luas. Tentu saja suara azan yang diperkeras dengan mikrofon tidak bertentangan dengan ajaran agama, sebaliknya justru memperjelas panggilan untuk beribadah.
Contoh lain kemajuan peradaban sebagai infrastruktur bagi umat menjalankan syariat agama adalah pesawat terbang untuk menunaikan ibadah haji. Dahulu, orang pergi beribadah haji cukup dengan naik unta. Jelas, sebagai infrastruktur itu, pesawat terbang justru mempermudah umat beribadah haji menjalankan syariat agama.
Dengan menempatkan budaya atau peradaban sebagai infrastruktur umat dalam menjalankan syariat agama, proses akulturasi agama dengan budaya juga menjadikan agama selalu aktual dalam konteks zamannya. Karena, dengan demikian, umat telah menjadikan budaya dan peradaban sebagai papan selancar dalam menempuh naik-turunnya gelombang realitas zaman. ***
Said menuturkan sejak pertama kali Islam masuk ke Indonesia, terbukti nilai-nilai Islam berhasil berakulturasi dengan budaya lokal. Ia mencontohkan budaya tahlilan yang selalu dijalankan untuk memperingati dan mendoakan orang meninggal merupakan akulturasi.
Contoh lain warga NU di Kudus, Jawa Tengah, tidak memiliki kebiasaan menyembelih sapi saat Iduladha, melainkan kerbau. Kebiasaan itu sudah dibangun sejak zaman Sunan Kudus untuk menghormati warga Hindu di daerah itu.
Ketua Panitia Harlah NU Masduki Baedlowi mengatakan tema Budaya sebagai infrastruktur penguat paham keagamaan sengaja dipilih untuk menggiatkan anak muda NU agar tidak lupa dengan akar budaya lokal. PB NU, kata Masduki, akan mengedepankan strategi kebudayaan agar dakwah-dakwah keagamaan jadi lebih menyejukkan.
Budaya atau peradaban umat manusia sebagai infrastruktur menjalankan syariat agama mudah dipahami. Infrastruktur dipahami sebagai sarana dan prasarana yang mendukung kehidupan manusia sesuai kemajuan peradaban.
Contohnya mikrofon, pengeras suara, belum dikenal pada zaman Rasulullah, tapi sekarang dengan mikrofon suara azan berkumandang lebih keras dengan menjangkau warga lebih luas. Tentu saja suara azan yang diperkeras dengan mikrofon tidak bertentangan dengan ajaran agama, sebaliknya justru memperjelas panggilan untuk beribadah.
Contoh lain kemajuan peradaban sebagai infrastruktur bagi umat menjalankan syariat agama adalah pesawat terbang untuk menunaikan ibadah haji. Dahulu, orang pergi beribadah haji cukup dengan naik unta. Jelas, sebagai infrastruktur itu, pesawat terbang justru mempermudah umat beribadah haji menjalankan syariat agama.
Dengan menempatkan budaya atau peradaban sebagai infrastruktur umat dalam menjalankan syariat agama, proses akulturasi agama dengan budaya juga menjadikan agama selalu aktual dalam konteks zamannya. Karena, dengan demikian, umat telah menjadikan budaya dan peradaban sebagai papan selancar dalam menempuh naik-turunnya gelombang realitas zaman. ***
0 komentar:
Posting Komentar