SAAT bertemu Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi di gedung KPK, Kamis (2/2/2017), Hakim Konstitusi Patrialis Akbar mengakui telah membocorkan draf putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk uji materi UU No. 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
"Kami menanyakan soal pelanggaran etik saja. Iya, dia mengakui," ujar anggota Majelis Kehormatan MK, As'ad Said Ali, seusai bertemu Patrialis di gedung KPK. As'ad membenarkan salah satu dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Patrialis adalah saat draf putusan uji materi UU No. 41 Tahun 2014 dibocorkan. (Kompas.com, 2/2/2017)
Menurut As'ad, saat ini Majelis Kehormatan MK masih mengumpulkan bahan dan keterangan. Setelah semua informasi diterima, Majelis Kehormatan MK akan menentukan apakah Patrialis bisa dikategorikan melakukan pelanggaran etik berat.
Anggota Majelis Kehormatan MK, Sukma Violetta, melengkapi informasi yang didapat dari Patrialis akan dikonfirmasi ke saksi-saksi yang lain. Setelah itu, Majelis Kehormatan MK akan melanjutkan pemeriksaan di gedung MK.
Patrialis Akbar ditangkap dalam operasi tangkap tangan pada Rabu (25/1/2017). Dia ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura atau senilai Rp2,15 miliar.
Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di MK. Sebelum dilakukan penangkapan, Patrialis diduga menyerahkan draf putusan uji materi kepada Kamaludin, orang dekatnya yang diduga sebagai perantara suap.
Majelis Kehormatan MK khusus dibentuk untuk kasus dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi Patrialis Akbar, terdiri dari lima orang; Anwar Usman mewakili unsur MK, Achmad Sodiki unsur mantan hakim konstitusi, Bagir Manan unsur guru besar ilmu hukum, As'ad Said Ali unsur tokoh masyarakat, dan Sukma Violetta unsur Komisi Yudisial.
Dengan pengakuan Patrialis bahwa dirinya membocorkan draf putusan MK itu, proses terkait pelanggaran etik maupun proses hukum cenderung tak bakal berbelit lagi. Putusan tentang pelanggaran etik itu selain diperlukan untuk proses hukum, juga sebagai prosedur dalam penggantian hakim konstitusi.
Meski mengaku dizalimi, Patrialis bersikap mempermudah proses etik dan hukum atas dirinya. Selain mengakui membocorkan draf, Patrialis juga sudah mengundurkan diri dari hakim konstitusi.
Terbukti, dalam kondisi seperti apa pun, Patrialis tetap menunjukkan sikap elegan, jujur mengakui perbuatannya, dan mundur dari jabatan—sebelum diberhentikan dengan tidak hormat. ***
Menurut As'ad, saat ini Majelis Kehormatan MK masih mengumpulkan bahan dan keterangan. Setelah semua informasi diterima, Majelis Kehormatan MK akan menentukan apakah Patrialis bisa dikategorikan melakukan pelanggaran etik berat.
Anggota Majelis Kehormatan MK, Sukma Violetta, melengkapi informasi yang didapat dari Patrialis akan dikonfirmasi ke saksi-saksi yang lain. Setelah itu, Majelis Kehormatan MK akan melanjutkan pemeriksaan di gedung MK.
Patrialis Akbar ditangkap dalam operasi tangkap tangan pada Rabu (25/1/2017). Dia ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura atau senilai Rp2,15 miliar.
Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di MK. Sebelum dilakukan penangkapan, Patrialis diduga menyerahkan draf putusan uji materi kepada Kamaludin, orang dekatnya yang diduga sebagai perantara suap.
Majelis Kehormatan MK khusus dibentuk untuk kasus dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi Patrialis Akbar, terdiri dari lima orang; Anwar Usman mewakili unsur MK, Achmad Sodiki unsur mantan hakim konstitusi, Bagir Manan unsur guru besar ilmu hukum, As'ad Said Ali unsur tokoh masyarakat, dan Sukma Violetta unsur Komisi Yudisial.
Dengan pengakuan Patrialis bahwa dirinya membocorkan draf putusan MK itu, proses terkait pelanggaran etik maupun proses hukum cenderung tak bakal berbelit lagi. Putusan tentang pelanggaran etik itu selain diperlukan untuk proses hukum, juga sebagai prosedur dalam penggantian hakim konstitusi.
Meski mengaku dizalimi, Patrialis bersikap mempermudah proses etik dan hukum atas dirinya. Selain mengakui membocorkan draf, Patrialis juga sudah mengundurkan diri dari hakim konstitusi.
Terbukti, dalam kondisi seperti apa pun, Patrialis tetap menunjukkan sikap elegan, jujur mengakui perbuatannya, dan mundur dari jabatan—sebelum diberhentikan dengan tidak hormat. ***
0 komentar:
Posting Komentar