Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

IMF Puji RI, Ingat Petani Singkong!

DANA Moneter Internasional (IMF) memuji kinerja perekonomian Indonesia 2016. IMF menilai Indonesia telah berhasil menjaga stabilitas makroekonomi dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal.
Dengan pujian IMF itu diharapkan penguasa negeri tidak kepayang sehingga segala yang ada saat ini harus dipertahankan untuk menjaga agar stabilitas yang mendapat pujian itu. Padahal, di balik pujian itu terdapat penderitaan parah petani singkong akibat harga hasil panennya amat rendah, yang kalau demi stabilitas itu dijaga tak berubah, penderitaan mereka akan lestari.
Ada "tradisi" yang membuat khawatir hal itu bisa terjadi yakni kecendrungan pemerintah merasa sukses ketika bisa menekan harga hasil pertanian, terutama bahan pangan, pada tingkat terendah. Dan singkong, salah satu produk pertanian bahan pangan itu.
Sampai pekan terakhir harga singkong petani di Lampung masih jauh dari Rp1.000/kg, kecuali di beberapa pabrik Lampung Tengah yang sedikit lebih baik karena pengusahanya telah diminta membuat pernyataan tertulis oleh bupati.
Penderitaan petani singkong ini ironi yang nyata di balik pujian IMF atas sukses kinerja ekonomi nasional kita. Beda dengan petani tanaman lain, kopi kini sudah Rp25 ribu/kg, karet untuk jenis TSR-20 sudah 2 dolar AS/kg, TBS sawit sudah di atas Rp1.200/kg. Tinggal petani singkong yang betul-betul jeblok.
Penderitaan itu amat terasa di Lampung, produsen singkong terbesar di Tanah Air. Oleh karena itu, sewajarnya dilakukan upaya khusus di luar rutinitas birokrasi untuk mengembalikan harga singkong sekaligus martabat petaninya. Harga singkong yang amat buruk itu juga mencerminkan martabat produsennya direndahkan. Rasa martabat direndahkan dengan penetapan harga rendah itu pernah diekspresikan petani cengkih seantero negeri dengan membabat habis tanaman cengkihnya.
Pendekatan upaya menaikkan harga singkong yang dilakukan Bupati Lampung Tengah itu bisa dikonsolidasikan dengan kepala daerah se-Provinsi Lampung. Selain pendekatan ke pengusaha pabrik untuk menaikkan harga pembelian singkong, tim konsolidasi itu juga menangani masalahnya hingga ke pusat, termasuk untuk menghentikan impor tapioka dan produk singkong lainnya yang menjadi penyebab jatuhnya harga singkong petani.
Paling tidak, tim tersebut bisa membawa masalah jebloknya harga singkong dan derita petaninya ke kalangan penguasa di pusat agar mereka terjaga dari kepayang pujian IMF. ***

0 komentar: