PEMERINTAHAN Presiden Jokowi mematok 51% saham Freeport dalam divestasi 10 tahun terkait terbitnya Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi untuk Freeport Indonesia 10 Februari 2017. Divestasi itu ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.1/2017 yang mengubah sistem Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK untuk mendapat izin ekspor konsentrat.
Namun, Freeport belum mau menerima IUPK yang diberikan pemerintah. Freeport keberatan dengan kewajiban divestasi saham hingga 51% sejak beroperasi dengan IUPK, karena harus melepas pengendalian sahamnya. Berdasar pada KK yang ditandatangani Freeport dan pemerintah pada 1991, PT Freeport diwajibkan melepas 30% sahamnya kepada pihak Indonesia.
"Kami sudah setuju untuk divestasi sampai sebesar 30%," kata Riza Pratama, Vice Presiden Corporate Communication PT Freeport, Selasa. (detikFinance, 14/2/2017)
Presiden Direktur Freeport Indonesia Chappy Hakim menegaskan pihaknya keberatan untuk divestasi 51% seperti diatur PP No.1/2017 karena perusahaan induknya, Freeport McMoRan Inc tak ingin kehilangan kendali. "Freeport tidak akan beri 51% karena bisa kehilangan pengendalinya," jelas Chappy.
Jika Freeport menolak aturan PP No.1/2017 itu bisa menghadapi masalah berat, yakni tak bisa mengekspor konsentrat dan hasil tambangnya. Namun Presiden Jokowi sudah mematok pihak Indonesia harus memegang saham mayoritas usaha pertambangan mineral itu dengan berakhirnya relaksasi ekspor konsentrat berdasar PP No.1/2014 pada 11 Januari 2017. Perubahan pada PP No.1/2017 selain mengubah status KK menjadi IUPK, juga menetapkan kewajiban divestasi 51%.
Dalam rapat membahas berakhirnya relaksasi ekspor konsentrat itu 10 Januari 2017, Jokowi meminta kepada para menteri terkait untuk membuat kebijakan pengelolaan mineral yang berpihak pada kepentingan rakyat. Terutama dalam penciptaan lapangan kerja.
"Jadi Presiden sudah memutuskan akan memperhatikan rakyat banyak, para pekerja yang ada di sana," ujar Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan usai rapat tersebut. (detikFinance, 10/1/2017)
Bagaimana lanjutan usaha mengatur usaha pertambangan raksasa dengan pembagian saham yang adil bagi negara pemilik sumber kakayaan alam, tentu menarik diikuti. Apalagi, divestasi saham Freeport yang ditetapkan saat KK 1991 sebesa 30%, realisasinya hingga saat terakhir yang diketahui publik baru nyaris mencapai 10%. Artinya memang perlu garis tegas dalam negosiasi untuk mencapai rasa adil bagi rakyat. ***
"Kami sudah setuju untuk divestasi sampai sebesar 30%," kata Riza Pratama, Vice Presiden Corporate Communication PT Freeport, Selasa. (detikFinance, 14/2/2017)
Presiden Direktur Freeport Indonesia Chappy Hakim menegaskan pihaknya keberatan untuk divestasi 51% seperti diatur PP No.1/2017 karena perusahaan induknya, Freeport McMoRan Inc tak ingin kehilangan kendali. "Freeport tidak akan beri 51% karena bisa kehilangan pengendalinya," jelas Chappy.
Jika Freeport menolak aturan PP No.1/2017 itu bisa menghadapi masalah berat, yakni tak bisa mengekspor konsentrat dan hasil tambangnya. Namun Presiden Jokowi sudah mematok pihak Indonesia harus memegang saham mayoritas usaha pertambangan mineral itu dengan berakhirnya relaksasi ekspor konsentrat berdasar PP No.1/2014 pada 11 Januari 2017. Perubahan pada PP No.1/2017 selain mengubah status KK menjadi IUPK, juga menetapkan kewajiban divestasi 51%.
Dalam rapat membahas berakhirnya relaksasi ekspor konsentrat itu 10 Januari 2017, Jokowi meminta kepada para menteri terkait untuk membuat kebijakan pengelolaan mineral yang berpihak pada kepentingan rakyat. Terutama dalam penciptaan lapangan kerja.
"Jadi Presiden sudah memutuskan akan memperhatikan rakyat banyak, para pekerja yang ada di sana," ujar Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan usai rapat tersebut. (detikFinance, 10/1/2017)
Bagaimana lanjutan usaha mengatur usaha pertambangan raksasa dengan pembagian saham yang adil bagi negara pemilik sumber kakayaan alam, tentu menarik diikuti. Apalagi, divestasi saham Freeport yang ditetapkan saat KK 1991 sebesa 30%, realisasinya hingga saat terakhir yang diketahui publik baru nyaris mencapai 10%. Artinya memang perlu garis tegas dalam negosiasi untuk mencapai rasa adil bagi rakyat. ***
0 komentar:
Posting Komentar