"CANGKUL-cangkul, cangkul yang dalam! Tanah yang longgar jagung kutanam!" Temin mengajari anaknya yang masih usia TK bernyanyi.
"Temin!" potong Temon. "Mengajari anak nyanyi kok lagu mencangkul! Kapan majunya? Lagi pula, tanah longgar mana yang mau kautanami jagung, sejengkal saja tak punya tanah sendiri! Apa mau kau ajari anakmu menyerobot tanah orang?"
"Soalnya yang bisa kunyanyikan satu-satunya cuma lagu itu!" sambut Temin. "Itu pun kudapat dari ayahku! Lagi pula, nyanyi saja apa salahnya?"
"Justru dari nyanyian itu akan terjadi penyadaran pada anak tentang idaman hidup masa depan! Karena satu-satunya lagu ajaran ayahmu yang buruh tani cuma apa yang bisa dia lakukan, akhirnya kau pun cuma bisa jadi buruh tani juga!" tegas Temon. "Jadi, sekalipun untuk anak buruh tani, lagunya harus berorientasi masa depan! Misalnya, 'Download-download, download datanya, kita olah jadikan uang!' Dengan begitu yang tertanam dalam memori anakmu tentang komputer, beridaman menjadi ahli komputer, cari uang dari komputer!"
"Tapi negara kita kan negara pertanian, jadi anak kita juga harus punya kesadaran tinggi bahwa pertanian itu andalan utama ekonomi bangsa!" timpal Temin. "Akibat sok maju hingga pertanian tak mendapat perhatian memadai dari kalangan elitelah, sektor pertanian sebagai andalan malah jadi tempat bejubelnya warga miskin! Memang ada program revitalisasi pertanian, tapi lebih besar porsi retorikanya dari realisasinya! Buktinya, anggaran negara, provinsi atau kabupaten untuk itu jauh dari memadai! Coba cermati semua level anggaran, susah mencari anggaran pemeliharaan irigasi! Konsekuensinya, jangankan membangun irigasi baru, merawat yang ada saja tak ada anggaran, hingga sawah yang sebelumnya panen dua kali, tinggal panen sekali, itu pun rebutan air!"
"Maka itu, jangan dorong anak kita terjun ke sektor pertanian, cuma akan jadi korban janji kampanye dari pemilu ke pemilu!" tukas Temon. "Tengok saja dialog partai-partai politik dengan para pakar di Metro TV Senin malam, hanya untuk memberikan jawaban yang memuaskan penonton atas pertanyaan pakar saja jago-jago parpol gagal! Apalagi mewujudkan janjinya dalam kenyataan, buktinya dirasakan petani yang hidup semakin sulit dari waktu ke waktu! Konon pula buruh taninya, jauh lebih ngos-ngosan lagi!"
"Kalau orasi kampanye saja nyangklak--tak bisa memuaskan, bagaimana pula pelaksanaannya nanti?" timpal Temin.
"Pokoknya berlebihan kalau dijadikan harapan, apalagi sebagai tumpuan masa depan anak!" tegas Temon. "Maka itu, kau cari lagu lain untuk menanamkan dambaan masa depan anakmu! Mendambakan jadi dokter, atau pilot, misalnya! Jangan anak buruh tani cuma diberi dambaan jadi buruh tani juga!"
"Anak buruh tani diberi dambaan jadi dokter atau pilot, biaya sekolahnya dari mana?" entak Temin.
"Soal itu tergantung rezeki anakmu!" tegas Temon. "Dia itu anak panah, kau busurnya! Jangan belit anak panah pada tali busurnya! Tapi arahkan dia pada dambaan masa depan, agar bisa melesat mencapai sasarannya sendiri!" ***
0 komentar:
Posting Komentar