"WAJAHMU seketika redup seperti lentera habis minyak! Kenapa?" tukas Umar. "Apa tak ada lagi alasan untuk optimis?"
"Persis! Sergapan situasi seperti dapat hukuman tendangan penalti itulah yang membuatku terkesiap oleh isi koran yang kubaca!" jawab Amir. "Dengarkan, kubaca apa adanya--Data perekonomian terkini menunjukkan tidak ada satu indikator fundamental perekonomian pun yang bisa menerbitkan optimisme!" (Kompas, 5-3)
"Stop bacanya!" sela Umar. "Aku jantungan, bisa shock di tempat! Betapa tidak shock, perasaanku belakangan ini berbunga-bunga dibuat iklan-iklan kampanye partai politik yang berebut saling mengklaim sukses tokoh maupun kadernya! Di tengah kondisi begitu tiba-tiba kau sodorkan masalah yang membuat orang jadi miris!"
"Itu justru simpul bahasan dua ujung tombak pengelola ekonomi negara, Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) selaku pengelola moneter, dan Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal!" tegas Amir. "Menyikapi data mutakhir, BI menurunkan lagi tingkat pertumbuhan, yang sebelumnya dari 6 persen diturunkan jadi 4,5 persen, terakhir jadi tinggal 4 persen! Angka 4 persen itu pun bersifat pesimistis, karena berpotensi besar turun lagi! Sedang Menteri Keuangan melihatnya dari ekspor dan Neraca Pembayaran yang serbanegatif! Angka ekspor Januari 2009 anjlok 17,7 persen dari ekspor Desember 2008! Neraca pembayaran malah kena defisit ganda, yakni dalam transaksi perdagangan serta transaksi modal dan keuangan!"
"Ternyata dampak krisis keuangan global lebih cepat imbasnya dari perkiraan sebelumnya--triwulan kedua 2009! Gejalanya justru keburu nongol triwulan pertama!" tukas Umar. "Anehnya, fakta itu justru memberiku perspektif baru!"
"Jangan sok jenius, melihat peluang di balik tsunami ekonomi dunia!" entak Amir.
"Aku tak mengatakan peluang, tapi perspektif!" tegas Umar. "Dalam perkiraan kalangan ekonom terkemuka dunia, pada triwulan pertama 2009 pukulan dampak krisis keuangan global akan terlihat di emerging country seperti BRICK --Brasil, Rusia, India, China, dan Korea! Baru pada triwulan kedua, imbas krisis dari emerging country, memukul negara-negara berkembang!"
"Maksudmu pasti, dengan dampak tersebut telah memukul negeri kita di triwulan pertama, berarti negeri kita sudah tergolong emerging country sekelas BRICK!" potong Amir. "Itu das sollen, yang seharusnya, atau sepatutnya negeri kita yang kaya sumber daya alam dan berpenduduk banyak bisa mencapai posisi sekelas India dan China! Tapi de facto, kenyataannya, kita masih tertinggal jauh dari kemajuan India dan China yang mampu mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 10 persen berturut-turut sepanjang satu dekade!"
"Lalu, bagaimana bisa masih di awal triwulan pertama negeri kita sudah rontok oleh terpaan dampak krisis global?" kejar Umar.
"Kayaknya itu terjadi karena bangunan ekonomi negeri kita secara nyata seperti gubuk reyot!" jawab Amir. "Sehingga, diterpa angin seriwing-seriwing saja rontok! Entah bagaimana jadinya kalau diterjang badai yang lebih dahsyat!" ***
0 komentar:
Posting Komentar