"RASA prihatin mendalam pada realitas karakter bangsa meronai majelis Tanwir Muhammadiyah di Lampung pekan ini!" ujar Umar. "Sejumlah tokoh hadir membahas masalah itu, mencari simpul untuk mengakhiri salah kaprah karakter bangsa!"
"Buruknya karakter bangsa terekspresi pada perilaku korup di kalangan elitenya!" timpal Amir. "Sebaliknya di lapisan bawah, kebablasan dalam karakter bangsa kere, sabung nyawa antre sembako sampai jatuh korban jiwa!"
"Tapi paling diprihatinkan gerakan keagamaan seperti Muhammadiyah, justru hasil survei lembaga internasional yang menempatkan Indonesia dalam kelompok negara terkorup di dunia!" timpal Umar. "Padahal, Indonesia negara berpenduduk muslim terbesar di dunia! Apalagi kurun terakhir, yang terseret kasus korupsi tokoh-tokoh partai berbasis massa muslim!"
"Maka itu, simpul solusi dari gerakan keagamaan amat diharapkan! Lebih-lebih Muhammadiyah yang punya pengalaman mendalam di bidang pendidikan--poros pembentukan karakter!" tegas Amir. "Meski dalam pandangan budaya ada yang meyakini karakter bersifat native--bawaan lahir seperti ungkapan bibit-bobot-bebet--dalam Islam dipahami setiap bayi lahir seperti kertas putih, bersih! Corak dan warna seperti apa nantinya karakter anak, tergantung sentuhan pengaruh sejak usia dini (0--5 tahun), dari lingkungan keluarga, masyarakat, dan pendidikan!"
"Tapi sentuhan pengaruh itu tak selalu senada!" sambut Umar. "Bisa saja terjadi dalam keluarga relatif baik, di lingkungan masyarakat agak bias, lalu justru di lingkungan pendidikan mengalami enkulturasi, misalnya, budaya uang! Uang jadi penentu segalanya dalam dunia pendidikan! Akibatnya, proses internalisasi yang mendalam justru arti uang--sang penentu segala hal! Lalu, sosialisasi atau output karakternya pun mencapai segalanya dengan uang! Karena itu harus mencari uang, tanpa peduli halal-haram caranya!"
"Itu awalnya!" tukas Amir. "Menurutku, harus dicari antitesis yang bisa meretas kelanjutan proses tersebut dalam kondisinya yang sangat ekstrem seperti berikut: dalam kandungan dimanja asupan dari hasil korupsi, sejak lahir sampai play group praktis tumbuh dengan hasil korupsi! Lalu sejak play group, TK, SD, hingga wisuda sarjana secara sadar mendapat jalan mudah lewat hasil korupsi! Termasuk saat masuk pegawai, tanpa susah payah mengisi tes dengan benar, lolos! Semua itu proses enkulturasi dan internalisasi sempurna budaya korupsi! Terakhir proses sosialisasi--pengenalan segala teknik, taktik dan strategi korupsi yang tak terendus perangkat supermodern KPK!"
"Korupsi yang membiologis dan sistematis begitu merupakan tipe ideal di tengah realitas, sehingga yang kejegrek setiap kali justru tokoh yang tak disangka-sangka korupsi--akibat bermain di luar tipe ideal yang tersistem!" tukas Umar, "Sedang yang banyak korupsi, malah hidup nyaman!"
"Dari semua itulah yang harus ditarik antitesisnya dalam sebuah aransemen cultural engineering komprehensif yang disimfonikan seluruh bangsa!" tegas Amir. "Simfoninya harus lebih seru dan lebih gegap gempita dari reformasi, dengan irama mars yang entakannya menggerakkan setiap orang berubah karakter dengan cepat!" ***
0 komentar:
Posting Komentar