"BANGUN! Subuh!" entak nenek membangunkan kakek. "Kalau berangkat jangan lupa bontotnya dalam kresek di meja dapur!"
"Memangnya aku harus ikut kampanye partai apa, disiapkan bontot segala?" sambut kakek.
"Bukan kampanye! Buat apa repot membuat bontot untuk orang kampanye!" jawab nenek. "Kau lupa, ya? Hari ini 18 Maret, Hari 'H' pembagian BLT--bantuan langsung tunai! Kalau tak bawa bontot dan air minum, nanti semaput dan terinjak-injak jubelan orang yang berebut ke depan! Iklimnya juga sedang tak ramah, kalau tidak hujan, panasnya terik bukan kepalang!"
"Membagi BLT-nya kok masa kampanye?" tukas kakek. "Kan kasihan parpol yang giliran kampanye, massanya malah berkumpul di kantor pos, bukan di lapangan!"
"Katanya sih karena duitnya ada sekarang, jadi dibagi saat ini pula!" sambut nenek. "Tapi jumlahnya tak sebanyak sebelumnya, BLT I Rp300 ribu, dan BLT II Rp400 ribu. Kali ini cuma untuk dua bulan, Rp200 ribu! Jumlah penerimanya juga berkurang, dari 19 jutaan, jadi 18,6 juta RTS!"
"RTS, apa pula itu?" potong kakek. "Biasanya kan RTM--rumah tangga miskin!"
"Huruf S itu singkatan kata sangat!" jelas nenek. "RTS, rumah tangga sangat miskin, miskin, dan agak miskin!"
"Informasimu lengkap sekali, dari mana?" tanya kakek. "Tak punya radio, televisi, apalagi koran!"
"Informasi getok tular setiap petan--perempuan desa duduk berbanjar mencari kutu kepala perempuan di depannya! Termasuk infromasi bisik-bisik!"
"Informasi bisik-bisik seperti apa?" bisik kakek, latah.
Dengan berbisik pula nenek mengatakan, "BLT dibagi saat kampanye untuk mengingatkan siapa pemimpin yang membagikan uang tersebut! Jika 18,6 juta lebih RTS penerimanya, setiap RTS sata-rata empat jiwa, berarti ada 75 jutaan suara pendukung sang pemimpin dalam pemilu nanti!"
"Wah, itu sudah 50 persen dari total suara dalam pemilu nasional!" entak kakek.
"Ssst, jangan keras-keras bicaranya, itu informasi rahasia!" ujar nenek. "Kalau cuma itungan model ibu-ibu petan begitu bukan rahasia!" tegas kakek. "Anak kecil juga bisa menghitung kali-kali empat seperti itu!"
"Jangan keras-keras suaranya!" potong nenek geram, dan melanjutkan berbisik, "Kalaupun ada sampai 35 persen penerima BLT tak tahu diri, tak berterima kasih pada pemimpin yang membagi dana itu, sang pemimpin masih tetap menang pemilu satu putaran!"
"Huahaha...! Gosip perempuan cari kutu!" kakek terbahak. "Tak masuk itungan pakar politik!"
"Karena pakar tak menerima BLT, tak mengalami bagaimana rasanya menerima BLT saat semua jalan buntu! Lagi pula, kalau tidak karena tempua bersarang rendah, BLT tak dibagi saat kampanye!" ***
0 komentar:
Posting Komentar