"MATAMU merah, kenapa? Sakit?" tanya Temon.
"Apa iya?" sambut Temin terkejut. "Mungkin gara-gara di bus kota tadi, seorang perempuan hamil tak dapat tempat duduk, sehingga terpaksa berdiri! Tak sampai hati aku melihatnya!"
"Ternyata peka sekali perasaanmu terhadap penderitaan kaum lemah!" timpal Temon. "Lalu kau berikan tempat dudukmu pada wanita itu?"
"Enak aja!" jawab Temin. "Kututup saja mataku pura-pura tidur agar tak berkepanjangan melihat penderitaan itu!"
"Selompret! Rupanya kau tak beda dari para politisi Dewan masa kini! Karena terlalu peka perasaan mereka terhadap penderitaan rakyat, mereka ogah melihat kehidupan rakyat yang penuh penderitaan!" tukas Temon. "Akibatnya, dambaan para politisi Dewan itu sebisa mungkin menjauh dari penderitaan rakyat yang diwakilinya, hingga setiap ada raperda baru mereka buru-buru mengatur jadwal studi banding ke luar daerah!"
"Daripada pedih melihat penderitaan seperti mataku tadi, kan lebih asyik jalan-jalan cuci mata agar lebih cerah membaca isi raperda yang akan dibahas!" sambut Temin. Lagi pula, apa urusan raperda dengan penderitaan rakyat? Selain menangani masalahnya juga cuma memusingkan! Seperti kemiskinan sebagai penyebab penderitaan rakyat di Provinsi Lampung, diberi anggaran pada APBD sekian ratus miliar rupiah pun dalam empat tahun terakhir, ternyata hasil survei BKKBN mencatat angka kemiskinan tambah mencolok, jadi 65 persen!" (Lampung Post, 17-2-2009)
"Kalau cuma dianggarkan, seberapa besar pun angkanya boleh-boleh saja!" tegas Temon. "Tapi kalau ketepatan sasaran anggarannya tak ditengok--apalagi diverifikasi secara fisik--oleh para anggota Dewan karena perasaaannya yang peka tak tega melihat penderitaan rakyat hingga memilih tutup mata dengan pergi studi banding sejauh mungkin, yang terjadi di lapangan justru kepesatan peningkatan jumlah rakyat miskin, menjadi 65 persen itu!"
"Kalau saja para politisi Dewan mengawal setiap sen dana anggaran untuk kemiskinan itu, tidak malah menutup mata dengan pergi jauh studi banding, mungkin dengan dana ratusan miliar selama empat tahun itu banyak rakyat dientaskan dari derita kemiskinan yang mencekamnya!" timpal Temin. "Misalnya, kalau salah satu kriteria miskin dalam survei BKKBN itu rumahnya masih berlantai tanah, dengan setiap keluarga miskin itu diberi 10 sak semen untuk mengubin rumahnya, dengan anggaran sekian ratus miliar rupiah itu bisa puluhan ribu atau bahkan lebih keluarga miskin yang tercoret dari daftar keluarga miskin!"
"Maka itu, cukuplah pengalaman buruk rakyat dengan politisi Dewan masa kini itu!" tegas Temon. "Kebetulan menjelang pemilihan umum anggota legislatif, tuntutlah kontrak politik dari caleg, agar ke masa depan mereka serius dalam mengawal setiap sen anggaran untuk mengatasi penderitaan rakyat! Hanya dengan itu sepeka apa pun perasaan politisi akan siap melihat rakyat yang penderitaannya secara gradual terus berkurang! Lain hal kalau ditinggal studi banding terus, kian miris pula para politisi Dewan melihat penderitaan rakyat yang diwakilinya!"
0 komentar:
Posting Komentar