MENGENDALIKAN kurs rupiah terkesan seperti bermain layang-layang. Saat ada angin diulur, dibiarkan meski jadi lebih rendah. Kemudian ditarik hingga naik sedikit. Contohnya, pada 8 Mei kurs tengah BI Rp14.036, 9 Mei diulur jadi Rp14.074, Jumat (lewat intervensi BI) benangnya ditarik, dan naik jadi Rp14.048. Bank Indonesia (BI) penanggung jawab naik turunnya kurs rupiah, tampak tahu sekali kekuatan layang-layang rupiah yang terus mereka ulur-tarik itu. Sampai pasar tutup Jumat (11/5), BI tidak merespons teriakan agar menaikkan suku bunga acuan demi menahan pelemahan rupiah. BI tampak begitu tenang di tengah pelemahan rupiah. Ketenangan BI memberi kesan kuat kondisi rupiah baik-baik saja, jauh dari bahaya serius. Kesan begitu mungkin yang ditangkap para investor, sehingga indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang sebelumnya terimbas pelemahan rupiah, Rabu (9/5) kembali menguat, ditutup melonjak hingga 2,3%. Ketenangan BI jelas karena pelemahan rupiah paling kecil depresiasinya dibanding dengan negara-negara emerging market. Berdasar pada data BI nilai tukar rupiah secara year to date per Selasa (8/5/2018) melemah 3,44%. Itu terkecil dibanding dengan peso Filipina melemah 3,72%, rupee India melemah 4,76%, real Brasil melemah 6,88%, rubel Rusia melemah 8,93%, dan lira Turki melemah 11,51%. (Kompas.com, 8/5) BI tenang karena sejatinya yang sedang terjadi pada rupiah dan mata uang dunia seperti kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, situasi pasar yang sedang melakukan penyesuaian terhadap perubahan kebijakan oleh Pemerintah AS. Itu disikapi dengan terus berkoordinasi menjaga kinerja perekonomian Indonesia tetap baik sambil sama-sama melalui masa penyesuaian. Menurut Sri, kondisi fiskal tetap terjaga dengan defisit transaksi berjalan di bawah batas aman 3% terhadap PDB, inflasi di kisaran 3,5%, dan tingkat pertumbuhan ekonomi 5,06% pada kuartal I 2018. Untuk pengendalian kurs rupiah, cadangan devisa per Jumat (11/5/2018) sebesar 124,9 miliar dolar AS. Ini turun dari posisi akhir Maret 126 miliar dolar AS. Turun 1,1 miliar dolar AS, menurut Direktur Eksekutif Komunikasi BI Agusman, terjadi pada April digunakan untuk membayar utang luar negeri pemerintah. Kalau ada yang deja vu rupiah tembus Rp14.000 per dolar AS seperti 1998 bablas Rp17.000 hingga merobohkan ekonomi Indonesia, waktu itu cadangan devisa tidak cukup untuk impor tiga bulan. Sedang cadangan devisa kini, kata Agusman, cukup untuk 7,7 bulan impor.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar