PEKAN lalu berdasar pada perintah pimpinan ISIS dari Timur Tengah, sel-sel terorisnya melakukan aksi beruntun di Indonesia. Teror ini membuat negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini teralih perhatiannya dari langkah Amerika Serikat (AS) yang pada saat sama memindahkan kedutaan besarnya ke Jerusalem atau Al Quds, kota tempat Masjidil Aqsa. Sejak lama telah diketahui bahwa ISIS itu buatan Amerika dengan agen Mossad (dinas rahasia Israel) bernama Emir Daash alias Simon Elliot yang kemudian menjadi Abu Bakar Al Baghdadi sebagai pendirinya, teror ISIS di Indonesia itu bisa terbaca kontekstualnya. Teror itu menjalankan misi AS meredam reaksi keras negeri berpenduduk muslim terbesar dunia ini atas pindahnya kedutaan besar AS ke Jerusalem. Dengan lebih dahulu diredamnya reaksi Indonesia, poros kekuatan Islam lainnya seperti Arab Saudi dan Mesir hanya wait and see. Tinggal Turki negeri muslim berpengaruh yang memprotes AS, yang bisa menggerakkan 57 negara Islam anggota OKI. Tapi Indonesia, yang coba dikunci AS, dalam kasus Jerusalem mengerahkan dukungan 128 negara di Majelis Umum PBB mengalahkan AS dan Israel. Jadi, kalau benar ada kontekstual seperti itu, teror sel-sel di Indonesia berdasar perintah pemimpin ISIS demi kepentingan AS, para teroris yang mati itu berkorban demi kepentingan AS dalam skenario merebut lokasi Al Aqsa. Identitas Al Baghdadi sebagai agen Mossad berdarah asli Yahudi dengan nama Emir Daash alias Simon Elliot atau Elliot Simmon diungkap mantan pekerja US National Security Agency (NSA) Edward Snowden. (intisari-online, 10/7/2017). Simon dilatih dan direkrut Mossad untuk memata-matai serta melancarkan perang urat syaraf dengan masyarakat Arab dan muslim. Masih menurut Snowden, Al Baghdadi sejatinya bekerja sama dengan intelijen AS, Inggris, dan Mossad. Misi utamanya menciptakan sebuah organisasi yang mampu menarik ekstremis di seluruh dunia. Untuk memuluskan aksinya, Al Baghdadi direkayasa terlibat dalam gerakan militer dengan menciptakan kelompok-kelompok ekstremis di negara-negara yang dianggap sebagai ancaman Israel: Irak, Sudan, Mesir, Tunisia, Suriah, dan lainnya. "Badan intelijen AS, Inggris, Israel, menciptakan organisasi teroris yang bisa menghimpun ekstremis di seluruh dunia yang diistilahkan dengan the hornet's nest," papar Snowden di laporan Global Research. Terbukti, ekstremis dari Indonesia juga tertarik wadah teroris buatan Yahudi itu.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar