PM Mahathir Mohamad mengakui menghadapi masalah besar utang pemerintahan sebelumnya sebesar 1 triliun ringgit atau Rp3.500 triliun. Ia menuding menggunungnya utang Malaysia disebabkan kesalahan pemerintahan Najib Razak. "Kami menemukan kondisi keuangan negara tidak dipelihara sehingga kita menghadapi masalah dengan utang mencapai 1 triliun ringgit," kata Mahathir di depan staf kantor perdana menteri, Senin. (Kompas.com, 21/5) "Kita belum pernah menghadapi masalah seperti ini sebelumnya. Dulu kita tidak pernah memiliki utang lebih dari 300 miliar ringgit, tapi kini mencapai 1 triliun ringgit," tambahnya. Seberapa berat sebenarnya utang Pemerintah Malaysia Rp3.500 triliun bagi penduduk negerinya sekitar 25 juta jiwa itu. Per jiwa rata-rata memikul Rp140 juta. Dibanding dengan utang Indonesia Rp5.000 triliun dipikul 250 juta jiwa penduduk, per jiwa rata-rata Rp20 juta, beban rakyat Malaysia itu tujuh kali lipat dari beban utang yang dipikul rakyat Indonesia. Apalagi sesuai dengan rilis Bank Indonesia 15 Maret 2018, utang Indonesia itu terdiri dari utang pemerintah Rp2.521 triliun dan sisanya utang swasta yang dipikul perusahaan swasta bersangkutan, beban rakyat Indonsia jauh lebih ringan lagi. Sebaliknya tampak lebih jelas betapa beratnya beban utang Pemerintah Malaysia itu, hingga pantas membuat Mahathir berkata kesal. Sebagai jalan keluar dari masalah yang dihadapi, pada pekan pertamanya bekerja, Mahathir mengumumkan mulai 1 Juni pajak barang dan layanan (GST) dihapus. Sebagai penggantinya, pemerintah memberlakukan kembali pajak penjualan dan servis (SST). Mahathir juga berjanji memberlakukan kembali subsidi bahan bakar sebagai salah satu upaya menekan peningkatan biaya hidup. Namun, lembaga peringkat utang Moody's menyoroti kebijakan kauangan Mahathir ini bakal memperbesar defisit anggaran jika tanpa kebijakan yang mengimbanginya. Namun, Najib membantah klaim utang negara sudah mencapai level berbahaya. Dia tegaskan jumlah utang negara baru mencapai 50,9% dari PDB pada Juni 2017, masih di bawah standar yang ditetapkan pemerintah, yaitu 55%. Di masa kampanye lalu, Najib memperingatkan langkah-langkah ekonomi yang disarankan Mahathir bisa membuat utang negara membengkak lebih dari 1 triliun ringgit. Semua itu menggambarkan beratnya masalah yang dihadapi Mahathir, lebih lagi depresiasi ringgit terhadap dolar AS sejak awal Maret hingga 26 April 2018, menurut data BI, mencapai 1,24%; lebih dalam dari rupiah 0,88%.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar