Artikel Halaman 12, Lampung Post Jumat 17-09-2021
Cuaca Ekstrem Itu Pelajaran dari Alam!
H. Bambang Eka Wijaya
"NEK, kata teman kita sedang dapat kutukan," cucu berbisik. "Setelah pandemi satu setengah tahun lebih yang menewaskan kebih 130 ribu orang, bencana alam beruntun setiap hari. Kebakaran dengan banyak korban jiwa, kapal nelayan tenggelam, badai, banjir meluas."
"Banyak kejadian itu akibat cuaca ekstrem, memang beruntun seperti kutukan," jelas nenek. "Cuaca ekstrem itu pelajaran dari alam sebagai balasan apa yang telah dilakukan oleh manusia. Hukum alam itu berputar pada poros sebab-akibat, setiap kejadian adalah akibat dari suatu penyebab."
"Kalau cuaca ekstrem itu akibat, seperti orang kebanyakan makan sambal hingga perut jadi mules?" kejar cucu.
"Tepat!" jawab nenek. "Cuaca ekstrem akibat manusia merusak alam, sehingga proses penyerapan air hujan ke atmosfir tidak melalui proses asimilasi dedaunan hutan, tapi langsung sehingga jumlah air di atmosfir berlebihan dan menghasilkan curah hujan yang ekstrem. Itu satu hal."
"Hal lainnya?" kejar cucu.
"Kedua, manusia mengirimkan karbon dioksida bahan bakat fosil ke atmorfer dari puluhan juta knalpot mobil dan motor, serta cerobong pabrik dan PLTU mengakibatkan efek rumah kaca di atmosfir hingga terjadi pemanasan global!" jelas nenek. "Jadi cuaca ekstrem itu paduan kebiasaan buruk manusia merusak alam, da mengirim sebanyak mungkin karbon bahan bakar fosil ke atmosfir."
"Berarti cuaca ekstrem bisa diatasi dong, Nek?" tukas cucu. "Dengan merehanilitasi kerusakan alam dan lingkungan, serta mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar ramah lingkungan maupun mengganti penggerak dan pembangkit dengan energi baru terbarukan."
"Itu sih sudah menjadi kesepakatan dunia!" tegas nenek. "Cuma pelaksanaannya yang repot. Paling menonjol cuma dalam bentuk retorika. Tapi implementasinya tidak mudah. Contohnya kita sendiri, Indonesia, program membangun pembangkit 35 ribu MW sedang berjalan dengan PLTU Jawa 9 dan Jawa 10 di Cilegon masing-masing 1.000 MW."
"Bah! Kalau sudah tahu punya dampak cuaca ekstrem yang sudah disepakati dunia harus dieliminasi, kenapa tidak dialihkan untuk nembangun pembangkit energj baru terbarukan (EBT)?" tukas cucu.
"Susah mengubah persetujuan pemodalnya dari luar negeri" jelas nenek. "Menurut pemerintah mungkin saat ini masih lebih pentung pembangkit listrik, soal cuaca ekstrem nanti belakangan diurus!"
"Maksudnya pemimpin masa berikutnya yang mengurus, begitu?" timpal cucu. "Maka itu ogah tiga priode, karena repot membenahi kesalahan masa kini?" ***
0 komentar:
Posting Komentar