Artikel Halaman 12, Lampung Post Sabtu 11-09-2021
Hidayah yang Menyelamatkan Nyawa!
H. Bambang Eka Wijaya
SEORANG istri kepo, suaminya yang kena PHK akibat Covid-19 sujud syukur di kamar. "Ada apa?" tanyanya kemudian.
"Mensyukuri hidayah yang menyelamatkan nyawaku dari kebakaran Lapas!" jelas suami.
"Kok jauh amat?" istri terkejut. "Bagainana ceritanya?"
"Saat aku hampir putus asa cari kerja lagi sukar, ada seseorang menawarkan barang untuk jualan. Seketika saat itu kutolak tawaran itu. Penolakanku itu ternyata hidayah! Kalau kuterima tawaran itu, aku sudah ikut mati dalam lapas yang terbakar itu!" jelas suami.
"Coba kauterima, aku dapat uang santunan puluhan juta!" timpal istri yang langsung istighfar menyesali ucapannya. "Berarti penjara overkapasitas akibat kesulitan ekonomi orang mudah tergoda melakukan pekerjaan terlarang yang hasilnya besar, seperti jual narkoba."
"Kesulitan ekonomi itu utamanya berakar pada ketidakadilan sosial, baik secara formal maupun substantif," sambut suami. "Selama ini ada anggapan keadilan sosisl atau keadilan substantif (sosial-ekonomi) terlepas dari keadilan formal (hukum perundang-undangan). Ternyata keadilan sosial justru berpangkal pada keadilan formal, sejak penyusunan undang-undang yang harus mewujudkan keadilan sosial!"
"Betul itu" tegas istri. "Banyak UU dibuat dengan menguntungkan pihak tertentu, seperti UU Minerba yang menguntungkan ologarki pertambangan, UU Cipta Kerja yang menguntungkan investor asing dan memeras rakyat sendiri dan seterusnya."
"Akhirnya tampak biang masalahnya kapitalisme, di mana pemuliaan kuasa modal telah mendegradasi kemanusiaan," tukas suami. "Itu makanya para Bapak Pendiri Republik, Bung Karno dan kawan-kawan sejak era Indonesia Menggugat sudah menegaskan Indonesia Merdeka harus bersih dari segala bentuk kapitalisme dan imperialisme!"
"Tapi pemerintah sekarang malah mengundang kapitalisme lewat Omnibus Law!" timpal istri.
"Itulah mainstream yang menjadikan kondisi negara bangsa kian menjauh dari cita-cita kemerdekaan, utamanya keadilan sosial yang semakin tenggelam dalam ketidaladilan sosial," tegas suami. "Overkapasitas sampai empat kali penjara Tanah Air, merupakan realitas ketidakadilan sosial."
"Pukulan telak yang membuat keadilan sosial terkapar adalah implementasi kapitalisme dalam pengelolaan negara," ujar istri. "Dengan modal sekecil-kecilnya meraih kenikmatan sebesar-besarnya."
"Itu UU Minerba, bukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," sambut suami. "DPR dan pemerintah kompak lewat UU itu memperkaya oligarki batu bara," ***
0 komentar:
Posting Komentar