Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Eufemisme Bahasa Kekuasaan Pragmatis!

Artikel Halaman 09, Lampung Post Minggu 05-09-2021
Eufemisne Bahasa
Kekuasaan Pragmatis!
H. Bambang Eka Wijaya

SEORANG ibu yang harus memeriksakan kehamilannya ke rumah sakit menitipkan putra balitanya di rumah neneknya.
"Nek, aku mau nyanyi," si cucu memberi tahu.
"Mau nyanyi?" nenek tersentak. "Nyanilah Sayang. Nyanyilah di telinga nenek, nenek pingin dengar," sambut nenek sambil jongkok merendahkan telinganya ke dekat cucunya.
Cucunya berdiri dekat kepala neneknya, lalu mengarahkan "burungnya" ke telinga nenek.
"Apaan ini?" nenek terkejut dan langsung bangkit. Sementara dari "burung" cucunya mancur "nyanyiannya".
Si nenek baru "ngeh", si cucu diajari ibunya penghalusan bahasa, menggantikan kata "kencing" dengan "menyanyi".
Nenek pun menelpon ibu si bocah, "Kau ajari apa anakmu? Bilang mau nyanyi malah mengencingi aku!"
"Maaf, Bu, aku lupa memberi tahu. Dia itu memang kuajari penghalusan bahasa, supaya kalau besar terbiasa dengan bahasa halus, bicaranya tidak kasar," jawab ibu si bocah.
"Sok pintar!" entak nenek. "Tak kau tahu, negara kita ini sekarang kalang-kabut akibat lazimnya penggunaan eufemisme, penghalusan bahasa kekuasaan pragmatis?"
"Kalang-kabut gimana?" kajar ibu bocah.
"Para politisi ramai-ramai merevisi UU KPK, katanya untuk memperkuat KPK, tapi faktanya justru mempreteli sendi-sendi kekuatan KPK. Tes Wawasan Kebangsaan bukan menyatukan sebagai esensi kebangsaan, tapi malah memecah belah bahkan konfliknya melebar ke mana-mana hingga MA dan MK! Semua itu akibat eufemisme bahasa kekuasaan pragmatis," entak nenek berapi-api.
"Sejauh itukah dampak penghalusan bahasa?" sela ibu.
"Ada yang lebih parah lagi!" sambut nenek. "Seorsng bupati di Jawa Timur dijadikan "pengarah pemulasaraan" jenazah Covid-19. Di tengah duka bangsa akibat banyaknya kematian korban Covid, sang bupati bersama Sekda, dan dua pejabat lainnya masing-masing menerima honor pemulasaraan Rp70 juta, berempat jadi Rp280 juta hanya untuk bulan Juli ketika jumlah kematiannya terbesar."
"Pemulasaraan itu apaan sih?" kejar di ibu.
"Nah itu dia! Itu penghalusan dari kata penguburan jenazah korban Covid-19, " jelas nenek. "Para tenaga kesehatan, petugas pemakaman, sopir ambulans, yang seharian kepanasan menahan buang air dalam baju hasmat, para penggali liang lahat yang kewalahan jenazah yang datang antre, dapat honor cuma sauprit. Para pengarah hanya ongkang-ongkang dapat puluhan juta. Semakin banyak orang mati warga semakin sedih, pengarah semakin banyak honornya."
"Mengerikan sekali, eufemisme bahasa kekuasaan pragmatis!" gumam ibu.***










0 komentar: