"PELAJARAN karakter bangsa dan antikorupsi bersama ekonomi kreatif dan kewirausahaan, masuk kurikulum mulai tahun ajaran ini!" ujar Umar. "Orientasinya implementatif—terpadu pengetahuan, penyikapan, dan pengamalan!"
"Empat pelajaran itu memang dibutuhkan dari tingkat SMP!" sambut Amir. "Tapi tidak sekadar menyelipkan keempat pelajaran baru itu dalam proses belajar-mengajar! Berbagai hal perlu diperhatikan agar pemasukannya dalam kurikulum tidak asal-asalan!"
"Pertama tentang tenaga pengajar untuk mata pelajaran baru, apakah tersedia dan cukup di setiap sekolah?" timpal Umar. "Kondisi kurang ideal pendidikan nasional dimulai sejak era pembangunan masif SD Inpres di seantero negeri, padahal jumlah lulusan sekolah guru sedikit, jauh dari memadai! Akibatnya, setiap lulusan SMA sederajat jurusan apa saja bisa jadi guru, meski tanpa pengetahuan keguruan dan kependidikan!"
"Model pendidikan ala Max Giver—asal dicocok-cocokkan—itu tentu bukan zamannya lagi!" tukas Amir. "Apalagi guru untuk karakter dan antikorupsi, kebutuhan guru ekonomi kreatif dan kewirausahaan saja tak mudah dipenuhi dari yang tersedia di sekolah! Bahkan sumber perekrutan di luar relatif terbatas! Terutama untuk memenuhi patokan syarat integrity for integrated education—guru yang berintegritas untuk pendidikan terpadu—mumpuni pengetahuan, penyikapan, dan pengamalannya!"
"Kalau cuma pintar bicara, tapi sikap dan praktek (hidup)-nya berlawanan, tak sesuai dengan sebutan guru yang harus bisa digugu dan ditiru, hasilnya justru bisa merusak anak didik yang malah jadi compang-camping—disintegrasi pengetahuan, sikap, dan kemampuan aktualnya!" timpal Umar. "Itu baru terkait proses belajar-mengajar! Belum lagi realitas hasil didiknya, menurut seminar pendidikan karakter Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia di GSG Unila tahun lalu, kunci efektifnya pendidikan karakter terletak pada keteladanan—ada tokoh atau pemimpin yang integritas sikap dan perilakunya layak dijadikan teladan bagi generasi muda!"
"Akhirnya, berusaha semaksimal mungkin agar pelaksanaan empat mata pelajaran baru bisa optimal merupakan prasyarat awal bagi mewujudkan ideal dari penambahan mata pelajaran dalam kurikulum!" tegas Amir. "Hal terpenting dicatat, dengan pelajaran baru dalam kurikulum, subjek utama yang memikul bebannya adalah murid! Karena itu, jangan sampai pengisian mata pelajaran baru itu hanya formalitas, hingga murid malah terpojok di posisi absurd—sia-sia! Salah-salah malah disintegrasi kepribadian akibat proses pendidikan yang serbasalah!" ***
0 komentar:
Posting Komentar