"MERDEKA!" seru Umar mengacungkan tinju. "Sudah 67 tahun kita merdeka, kesenjangan sosial justru ditengarai makin tajam! Padahal, di tengah memburuknya krisis Eropa dengan dampaknya mengimbas Afrika dan Amerika, ekonomi Indonesia triwulan II 2012 tetap tumbuh 6,4%!"
"Masalahnya, pertumbuhan ekonomi itu hanya dinikmati kelas menengah (Kompas, 8-8) dan atas!" timpal Amir. "Di lain pihak, masyarakat lapisan bawah, seperti buruh, pendapatannya dipatok UMK, yang sepanjang tahun berjalan nilai riilnya justru digerogoti inflasi! Boro-boro menikmati pertumbuhan, pendapatan saja tak aman dari inflasi yang tinggi di negeri ini!"
"Itu menyebabkan ketimpangan dari tahun ke tahun semakin tajam, karena di satu pihak kelas menengah dan atas menikmati secara kumulatif (naik terus-menerus) pertumbuhan ekonomi triwulan demi triwulan, sedangkan warga kelas bawah kewalahan nilai riil pendapatannya dipangkas inflasi!" tegas Umar. "Jadi, untuk mengisi kemerdekaan dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat sekaligus mengurangi ketajaman ketimpangan sosial, perlu pemerataan dengan paradigma baru yang lebih berkeadilan!"
"Setuju!" sambut Amir. "Salah satu dimensinya dalam penetapan upah buruh, selama ini prinsipnya hanya disesuaikan dengan menambahkan angka inflasi tahun lalu dan digerogoti inflasi lagi pada tahun berjalan, begitu terus tahun ke tahun! Dalam paradigma baru nanti, selain penyesuaian inflasi tahun lalu, juga harus ditambahkan komponen pertumbuhan ekonomi ke dalam upah buruh! Hanya dengan begitu pertumbuhan ekonomi bisa ikut dinikmati rakyat lapisan bawah, hingga tahun ke tahun kemakmuran mereka meningkat dan jurang kesenjangan sosial kian terjembatani!"
"Soal berapa persen dari tingkat pertumbuhan yang dimasukkan ke upah buruh, tergantung kesepakatan!" tegas Umar. "Cara itu jelas paling adil, karena peningkatan PDB (produk domestik bruto) yang menjadi pertumbuhan itu, sebagian besar hasil keringat buruh! Dengan itu pula negara kita bisa keluar dari jebakan paradoks pertumbuhan ekonomi—semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin lebar dan dalam jurang ketimpangan sosial! Lolos dari jebakan paradoks itu kita bisa mengisi lebih baik kemerdekaan dan jadi lebih tulus berseru, merdeka!" ***
0 komentar:
Posting Komentar