Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Masa Tenang, Pengawas Kejang!

SEJAK Minggu—Selasa (24—26/6) yang menjadi tahapan masa tenang dalam Pilkada Serentak 2018, para petugas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bisa kejang. Sebab, 18.375 pengawas pemilu dari Bawaslu di Lampung itu secara prinsip selama masa tenang dan hari pencoblosan harus bisa memastikan tidak satu pun sukarelawan bermain untuk pemenangan calonnya. Untuk mencapai kepastian itu jelas tidak mudah. Pertama, karena petugas pengawas lapangan (PPL) hanya ada satu orang di setiap desa atau kelurahan, selebihnya pengawas di TPS. Bayangkan kalau hanya satu orang menjaga semua lini (garis), sukarelawan bisa leluasa bermain "gobak sodor" atau "galasin". Ketika PPL "patroli" ke barat, sukarelawan bermain di timur. Saat PPL di utara, sukarelawan ke selatan. Begitu seterusnya. Apa yang bisa diperbuat petugas panwaslu di kabupaten yang cuma tiga orang dan kecamatan juga tiga orang untuk mengisi ruang kosong pengawasan di sebanyak garis "gobak sodor" 2.640 desa dan kelurahan di Lampung? Jelas sangat terbatas. Kedua, sukarelawan pemenangan calon yang didaftarkan mungkin cuma nama kelompok dan sejumlah pengurusnya yang berdomisili di provinsi atau kota/kabupaten. Selebihnya "sukarelawan siluman" yang tidak dikenali ciri identitas maupun orangnya oleh PPL. Ini lebih sulit dari mencari jarum dalam jerami yang bentuk jarumnya sudah dikenal. Harapan utama tentu mengharap partisipasi masyarakat untuk melapor kepada PPL kalau melihat hal-hal yang mencurigakan. Tetapi karena operasi "sukarelawan siluman" mungkin memilih kawasan yang warganya "butuh petunjuk" untuk memilih siapa, kelompok warga ini jelas kurang mungkin untuk melapor ke PPL. Bahkan sebaliknya, bisa jadi malah memberi info yang mengelirukan. Artinya, apakah sistem pengawasan pemilu sudah cukup efektif atau justru masih menjadi titik lemah untuk terjadinya penyimpangan dan pelanggaran aturan, khususnya lagi terkait politik uang dan material lain, itulah yang masih harus dipastikan. Masa tenang bisa menjadi peluang untuk melakukan "uji petik" efektif atau bolongnya pengawasan pemilu. Mengatasi permainan "gobak sodor" sukarelawan siluman, yang berarti harus mengisi garis dan lini kosong saat ditinggal PPL patroli keliling desa, jelas hanya bisa dilakukan dengan merekrut sukarelawan pengawasan pula. Kalau Irjen Ike Edwin, saat jadi Kapolda Lampung, bisa membentuk sukarelawan antinarkoba hingga RT/RW, mungkin sukarelawan seperti bentukan Ike itu yang bisa mengatasi sukarelawan siluman dalam pilkada. ***

0 komentar: