"INNA lillahi wa inna ilaihi rajiun! Gus Dur wafat di RS Cipto Mangunkusumo 10 menit lalu!" Umar membaca SMS di hape-nya "Bangsa Indonesia, terutama kaum Nahdliyin, berdukacita atas kepergiannya!"
"Dengan wafatnya Kiai Haji Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, umat kehilangan tokoh karismatik panutan para kiai, yang selama ini diikuti umat tanpa mempertanyakan relevansi ucapan atau arah tindakannya!" sambut Amir. "Gus Dur tokoh karismatik yang multidimensional! Ia kiai, juga pakar, sekaligus politisi! Karismanya berawal dari ke-kiai-an dengan 'darah biru'-nya sebagai cucu pendiri Nahdlatul Ulama--ormas Islam terbesar di negeri ini! Dan itu ia lengkapi dengan kepakaran dan kiprah politik, hingga Gus Dur menjadi salah satu sumber kekuasaan di negeri ini--tak terbilang jumlahnya orang yang ingin menjadi gubernur, bupati/wali kota, anggota DPR/DPRD, atau malah jabatan struktural, harus meminta restu Gus Dur!"
"Kenapa harus minta restu Gus Dur?" kejar Umar.
"Karena karismanya yang luar biasa itu!" jawab Amir. "Gus Dur tokoh sentral di lingkaran jaringan kekuasaannya, tak ada yang berani membantah, tak ada yang berani menolak kehendaknya!"
"Begitu?" timpal Umar. "Padahal kesanku selama ini, Gus Dur seorang humanis yang demokratis! Dia tokoh utama gerakan prodem atau fordem di negeri ini? Komitmennya pada demokrasi dan civil society kuat sekali, hingga kenangan manis yang ia berikan pada bangsa ini dari masa kepresidenan dirinya adalah mengembalikan ABRI ke barak--mengakhiri peran politik praktis militer!"
"Itulah multidimensinya Gus Dur!" tegas Amir. "Sebagai humanis yang demokratis itu, meski ia sebagai pemimpin umat dari kelompok mayoritas di negeri ini, perhatian dan solidaritasnya justru selalu memberi kehangatan kalangan minoritas, kaum tertindas dan terpinggirkan!"
"Hal lain yang tak boleh dilupakan dari Gus Dur adalah kepakarannya!" sambut Umar.
"Mata pisau analisisnya amat tajam, membuat ia mudah mengemukakan sesuatu dengan visi dan gayanya yang amat segar, hingga membuat orang ger-geran tertawa! Tapi, sehabis tawanya orang terhenyak, karena inti gagasan dan pikiran yang dikemukakan Gus Dur terlalu jauh, orang sukar memahami dan mengikutinya! Di antara yang tak bisa memahami dan mengikuti jalan pikiran Gus Dur itu, tanpa kecuali orang-orang dekatnya, dengan akibat, kemudian menjauhkan diri dari (atau dijauhkan oleh) Gus Dur!"
"Dahsyatnya, berbagai dimensi karismanya itu terpadu dalam integritas kepribadian Gus Dur sebagai negarawan! Ia berpendirian teguh memegang prinsip, dengan sikap tegas yang tak bisa ditawar-tawar, berani mengambil risiko! Tak peduli risikonya kehilangan jabatan presiden!" tegas Amir. "Atas kepergiannya, Indonesia kehilangan tokoh yang tiada duanya! Selamat jalan, Gus Dur!"