"SIKAP Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menolak imbauan Pansus Century Gate DPR agar menonaktifkan Boediono dari wakil presiden dan Sri Mulyani dari menteri keuangan, dipersoalkan!" ujar Umar. "Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan tidak harus dilihat dari sisi hukum, tapi dilihat dari sisi moral. Secara moral memang sebaiknya demikian (nonaktif). Anis Matta, Wakil Ketua DPR dan Sekjen PKS, senada, menyatakan ini soal etika politik. seharusnya Presiden sudah mengerti keinginan publik." (Koran Tempo, 20-12-2009)
"Itu yang memasalahkan!" sambut Amir. "Objektif dong, pasti banyak yang mendukung Presiden!"
"Memang!" tegas Umar. "Pendukung sikap Presiden itu Yusril Ihza Mahendra, ahli hukum tata negara. Menurut dia, tidak ada institusi yang berwenang menonaktifkan wakil presiden, termasuk Presiden sendiri. Karena, presiden dan wakilnya dipilih langsung! Juga Agung Laksono, wakil ketua umum Partai Golkar, menyatakan dalam UUD dan UU Kementerian Negara, tidak ada yang mengatur penonaktifan. Kecuali sudah ada proses persidangan."
"Dilihat dari esensi pernyataan kedua pihak, yang menentang dan mendukung, terjadi benturan antara pendekatan etika-moral dan pendekatan hukum!" timpal Amir. "Ini
"Mata rantai itu hilang sehingga etika-moral dan hukum tidak nyambung karena kasusnya terkait politik, lebih khusus lagi politik kekuasaan!" tegas Umar. "Dilihat prosesnya, Pansus DPR mengimbau itu setelah rapat tertutup membahas isi amplop tertutup dari PPATK! Karena ketertutupan isi amplop itu harus dijaga sesuai amanat MA, maka tanpa membuka isi amplop itu pada publik Pansus menyampaikan imbauan penonaktifan! Artinya, secara etika-moral isi amplop itu cukup untuk dijadikan dasar imbauan tersebut! Kalau hukum diamalkan berorientasi etika moral, proses lahirnya imbauan itu sudah cukup sebagai dasar!"
"Tapi karena hukum lebih berorientasi politik kekuasaan, hukum semata tergantung pada bunyinya sedang semangatnya dikesampingkan, sendi etika-moral yang merupakan semangat itu tak dipakai hingga hukum pun tidak nyambung dengan etika-moral!" sela Amir. "Masalah ini bisa terjadi sudah diprediksi sejak awal oleh para penyusun UUD, sehingga mereka wanti-wanti, hidup-matinya UUD dan hukum tergantung pada semangatnya! Jika semangatnya hidup UUD itu akan hidup, sedang jika semangatnya mati UUD tinggal nama! Masalahnya, sudah sejauh itukah praktek konstitusi dan hukum kita?" ***
0 komentar:
Posting Komentar