DI tahun politik, kesejahteraan warga desa juga dipersoalkan. Dengan mengutip data inflasi bulan Juli 2018, inflasi di perdesaan 0,82% lebih tinggi dari inflasi nasional bulan itu 0,28%, ada yang menyebut kesejahteraan warga desa menurun. (Kompas,10/9/2018) Data inflasi yang dikutip dari BPS itu betul, tapi data inflasi satu bulan dijadikan dasar menarik kesimpulan bahwa kesejahteraan warga desa menurun secara permanen, perlu disimak ulang. Sebab, angka inflasi lazim naik turun, bukan turun lantas tidak naik lagi. Bahkan, pada Agustus 2018 terjadi deflasi. Juga, ada alasan inflasi desa Juli 2018 yang relatif besar itu bisa disebut anomali. Hal itu pertama, jika dilihat dari konsensus nasional kesejahteraan dan daya beli (kemampuan ekonomi) warga desa diukur dengan nilai tukar petani (NTP). Garis dasar kesejahteraan dan daya beli warga desa pada NTP angka 100. Kalau di bawah 100 berarti kesejahteraan dan daya beli warga desa menurun, sedang kalau di atas 100 berada di kondisi standar. Untuk itu, NTP bulan Juli 2018 itu pada 101,66. Memang turun 0,37% dari NTP Juni 102,04. Tapi angka NTP Juli itu masih di atas 100, berarti daya belinya masih standar. Apalagi NTP tersebut naik lagi sebesar 0,89% pada Agustus 2018 menjadi 102,56. Sehingga, tidak pada tempatnya penurunan daya beli dan kesejahteraan warga desa digambarkan bersifat permanen hanya lewat data inflasi satu bulan. Hal kedua yang membuat inflasi Juli itu bisa disebut anomali karena bulan Juli itu masa euforia rakyat desa usai pilkada serentak yang berlangsung 27 Juni 2018 di 171 daerah, termasuk 17 provinsi. Euforia, karena pada 25—27 Juni warga desa yang terpencar di seantero negeri menerima siraman dana politik dari semua calon kepala daerah. Dari sejumlah kepala daerah petahana yang terjaring OTT KPK karena cawe-cawe cari dana besar untuk memenangi pilkada, menunjukkan siraman dana politik pilkada serentak itu cukup untuk membuat euforia rakyat desa. Euforia merayakan kemenangan calon yang mereka dukung, dengan daya beli warga desa yang seketika meningkat tajam. Euforia dadakan ini membuat harga barang-barang naik (inflasi) secara seketika karena pasokan jadi terbatas akibat tanpa persiapan sebelumnya. Dengan bandingan NTP dan pilkada serentak yang bukan rahasia umum mayoritas calon mengandalkan kekuatan uang untuk menang itu, gambaran kesejahteraan warga desa menurun secara permanen hanya berdasar pada data inflasi Juli 2018, bisa keliru.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar