ANALISIS hasil riset terbaru Nomura Holdings Inc yang berbasis di Hong Kong menyebutkan Indonesia masuk delapan negara emerging market (EM) yang memiliki risiko paling kecil terpapar krisis moneter. Delapan negara dimaksud adalah Brasil, Bulgaria, Filipina, Indonesia, Kazakhstan, Peru, Rusia, dan Thailand. Dalam analisis Nomura yang didasarkan pada model Damocles, delapan negara tersebut memperoleh skor nol terkait risiko krisis moneter. Artinya, negara-negara itu memiliki risiko yang sangat kecil untuk mengalami krisis. Analisis model Damocles tersebut memeriksa sejumlah faktor, termasuk cadangan devisa, tingkat utang, suku bunga, dan impor. Kepala Riset Ekonomi Emerging Market Nomura di Singapura, Robert Subbaraman, dilansir The Star seperti dikutip Kompas.com (10/9/2018) menyatakan, "Ini adalah hasil yang penting. Saat investor berfokus pada risiko EM, penting untuk tidak melihat EM sebagai kesatuan kelompok yang homogen; Damocles menggarisbawahi satu daftar panjang negara-negara dengan risiko krisis yang amat rendah." Model Damocles dibangun untuk mengidentifikasi krisis mata uang dan memberi peringatan dini negara berkembang. Model ini telah memprediksikan dua per tiga dari krisis mata uang di 54 negara berkembang sejak 1996 sekitar 12 bulan sebelum krisis terjadi. Pada analisis terbaru Nomura kali ini disebutkan, tujuh negara berkembang berisiko mengalami krisis nilai tukar. Tujuh negara tersebut adalah Sri Lanka, Afrika Selatan, Argentina, Pakistan, Mesir, Turki, dan Ukraina. Lima negara di antaranya telah jatuh dalam krisis mata uang dan menjadi pasien program penyelamatan Dana Moneter Internasional (IMF). Dua negara sisanya, Afrika Selatan dan Pakistan, kini dalam pusat perhatian. Meski secara gradual rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar AS, di antara negara berisiko paling kecil terpapar krisis mata uang itu, Indonesia dipandang cukup resilient menghadapi kondisi tersebut. Itu selain karena pemerintah telah mengambil langkah mengatasi defisit transaksi berjalan, cadangan devisa cukup besar (117 miliar dolar AS), rendahnya rasio utang terhadap PDB (di bawah 30% dari batas UU 60%), pertumbuhan ekonomi 5,27% kuartal II 2018, Agustus mengalami deflasi dengan inflasi 3,20% (yoy). Dibanding dengan Brasil, misalnya, yang nilai tukar real terhadap dolar AS telah terpuruk selama 2,5 tahun, pemulihan ekonominya underperform dengan pertumbuhan 1,1%. Atau Filipina, dengan inflasi yang tinggi.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar