ASUMSI Komisi Pemilihan Umum (KPU) bahwa politik itu bersih yang mereka tuangkan dalam Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018; melarang mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, dan eks narapidana kasus kejahatan seksual pada anak untuk menjadi calon anggota legislatif, menjadi mimpi buruk. Mahkamah Agung RI Kamis (13/9/2018) telah membatalkan pasal PKPU larangan tersebut. Jadi, politik itu tidak semestinya bersih. Malah secara legal formal para pembuat, pengguna, dan pengawas UU mempertahankan itu berdasar alasan untuk menjadi calon anggota legislatif itu merupakan hak konstitusional setiap warga negara. Awam lantas berpikir, seperti halnya KPU, apakah bersihnya lembaga politik sebagai wajah kepemimpinan bangsa dari koruptor, bandar narkoba, dan penjahat seksual pada anak lebih penting dari hak konstitusional warga negara? Lalu apakah hak konstitusional warga negara dalam politik itu tak terbatas? Bahwa hak konstitusional setiap warga negara dalam politik lebih tinggi dari pentingnya lembaga politik bersih dari pencemaran oleh imoralitas anak bangsa, kita angkat tangan. Hak konstitusional itu lebih luhur. Namun, bahwa hak politik warga negara dalam politik tidak tak terbatas, artinya bisa dibatasi, ada contohnya dalam praktik politik pemilihan umum: yakni, setiap warga negara berhak mencalonkan diri dalam pemilihan presiden (pilpres), tapi harus mendapat dukungan partai politik setara 20% perolehan kursi di DPR. Nah terbukti, hak konstitusional setiap warga negara itu bisa dibatasi. Kalau hak untuk mencalonkan diri sebagai presiden saja bisa dibatasi, apalagi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Tentu, semestinya juga bisa dibatasi. Permasalahannya mungkin terletak pada legal formalnya. Kalau bangsa ini menginginkan kepemimpinan nasional dalam segala dimensi bersih dari cemaran imoralitas koruptor, bandar narkoba, dan penjahat seksual pada anak, UU Pemilu yang ada sekarang harus direvisi untuk pemilu mendatang. Artinya, bangsa ini tak boleh tenggelam dalam comberan imoralitas selamanya. Untuk itu, para penggiat politik bersih harus membuat gerakan untuk mendorong perbaikan UU Pemilu pada saatnya nanti. Pendamba politik bersih diyakini bukan hanya dari kalangan masyarakat sipil, melainkan juga ada di partai politik dan anggota parlemen periode berikutnya. Kesatuan gerak di dalam dan luar parlemen akan bisa membersihkan lembaga politik masa depan dari pencemaran tersebut.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar