Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Tiongkok Kembali Surplus dari AS!

NERACA Perdagangan Tiongkok Agustus 2018 justru melebar dan mencatat rekor surplus 31 miliar dolar dari Amerika Serikat (AS), meski AS telah menaikkan tarif atas impor produk Tiongkok ke negerinya. The Telegraph, Minggu (9/9/2018), menyebut hal ini berpotensi makin memanaskan lagi perang dagang antara kedua negara. Ekspor Tiongkok ke AS Agustus naik 13,3% dari Juli menjadi 44,4 miliar dolar AS. Sedang impor Tiongkok dari AS Agustus turun 11,8% dari Juli menjadi 13,3 miliar dolar AS. Kedua pihak telah memberlakukan tarif 25% pada 50 miliar dolar AS barang masing-masing. Beijing melaporkan rekor surplus perdagangan dari AS sebesar 275,8 miliar dolar AS pada 2017. Sedang pada Juni 2018 Tiongkok surplus dari AS 29 miliar dolar AS, dan Juli 28 miliar dolar AS. (Kompas.com, 9/9/2018) Pemerintahan Trump sedang memproses keputusan apakah akan memperpanjang hukuman ke daftar impor dari Tiongkok senilai 200 miliar dolar AS. Ini membuat Beijing menegaskan akan membalas. Tanpa adanya arah penyelesaian yang terlihat, laman The Telegraph melansir bahwa konflik antara dua raksasa ekonomi dunia ini telah menimbulkan kekhawatiran terhadap perdagangan global dan pertumbuhan ekonomi negara-negara lain. Kementerian Perdagangan Tiongkok Kamis (6/9/2018) mengatakan Tiongkok bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi "mantap dan sehat" meski ada tekanan perdagangan. Pada kuartal II 2018, ekonomi Tiongkok tumbuh 6,7%. Trump bereaksi Jumat (7/9/2018) menyatakan siap untuk meningkatkan tekanan dengan menaikkan tarif pada daftar impor lainnya dari Tiongkok senilai 267 miliar dolar AS. Itu berarti nyaris semua barang dari Tiongkok yang dijual ke Amerika Serikat. Kekhawatiran dampak global perang dagang AS-Tiongkok seperti disitir The Telegraph itu, diperjelas lembaga pemeringkat global Fitch Ratings, akan memengaruhi perdagangan global secara keseluruhan, termasuk Indonesia. "Intensifikasi ketegangan perang dagang global cenderung akan memengaruhi Indonesia, utamanya melalui sentimen kepada negara berkembang dan harga komoditas yang lebih rendah," tulis pernyataan Fitch. (Kompas.com, 3/9/2018). Dampak krisis perang dagang yang memukul ekonomi rakyat antara lain terjadinya anomali perdagangan. Justru saat kurs dolar meroket seharusnya harga komoditas ekspor terbawa naik, tapi nyatanya harga komoditas seperti diungkap Fitch Ratings, malah turun. Petani kopi di Lampung yang paling terpukul dan menderita akibat anomali tersebut.

0 komentar: