POLDA Metro Jaya menetapkan politisi yang juga pengacara Eggi Sudjana sebagai tersangka dugaan makar atas seruan people power. Kabid Humas Polda Metro Kombes Argo Yuwono mengatakan, Eggi dipanggil untuk dimintai keterangannya Senin (13/5/2019). Dalam surat panggilan polisi terhadap Eggi Sudjana disebutkan kasusnya, "dalam perkara tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara/makar dan atau menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat dan atau menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau yang tidak lengkap sebagai mana dimaksud dalam pasal 107 KUHP dan pasal 110 KUHP Jo Pasal 87 KUHP... Semua itu pasal pidana makar. Itu pun masih ditambah lagi, "dan atau pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan atau pasal 15 UU No. 1 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang diketahui terjadi pada tanggal 17 April 2019 di Jl. Kertanegara Kebayoran Baru Jakarta Selatan yang dilaporkan oleh DR. Sutyanto, S.H., M.H., M.Kn." (Kompas.com, 9/5/2019) Demikian kasusnya. Penggunaan pasal makar dari KUHP menunjukkan, masalahnya tidak sembarangan. Sebab, pasal 107 itu isinya: (1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. (2) Para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat (1), diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun. Kalau ayat (2) itu ancaman buat pemimpin dan pengatur, ayat (1) untuk semua pelaku yang terlibat tindakan makar. Karena itu, ketika pasal makar telah digunakan, orang-orang yang belum terlanjur mimpi jadi menteri hasil makar, lebih baik menjauhi segala bentuk tindakan atau kegiatan yang menjurus makar. Kejadian di Jl. Kertanegara 17 April 2019 yang menjadi pokok perkara kasus dugaan makar ini sebelumnya telah disoroti oleh ahli hukum pidana Unpad Prof. Dr. Romli Atmasasmita lewat status yang viral di media sosial. "Pernyataan paslon 02 bahwa yang bersangkutan menang dan mendeklarasi presiden dan wakil presiden RI yang sah sebelum dinyatakan hasil pemilu 22 Mei yang akan datang telah melanggar konstitusi UUD 1945 pasal 22E ayat (5), pasal 280 ayat (2) UU Pemilu dan pasal 107 KUHP," tulis Romli. Pasal 22E ayat (5) berbunyi: Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Jadi peserta pemilu tak boleh sesukanya sendiri menentukan dirinya yang menang.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar