HASIL studi World Economic Forum (WEF) berdasar pada wawancara lembaga survei Gallup kepada 151 ribu orang dewasa di 143 negara pada 2018, Indonesia terpilih menjadi satu dari 10 negara paling positif di dunia. Indonesia satu-satunya negara paling positif di dunia yang berasal dari luar Amerika Latin. "Satu negara di luar wilayah itu yang masuk daftar paling positif adalah Indonesia, yang telah muncul di posisi atas sejak 2017," tulis Gallup. (Liputan6.com, 3/5/2019) Daftar 10 besar negara paling positif di dunia terdiri dari: (1). Paraguay, (2). Panama, (3). Guatemala, (4). Meksiko, (5). El Salvador, (6). Indonesia, (7). Honduras, (8) Ekuador, (9). Kostarika, (10). Kolombia. Di sisi lain, negara yang paling tidak positif menurut hasil studi Gallup adalah Afghanistan, Belarusia, Yaman, dan Turki. Negara-negara tersebut juga sedang memiliki masalah politik, militer, dan ekonomi. Studi Gallup lewat wawancara dengan pertanyaan antara lain; Apa kamu merasa sudah beristirahat dengan baik kemarin? Apa kamu seharian diperlakukan dengan respek kemarin? Apa kamu tersenyum atau banyak tertawa kemarin? Apa kamu mempelajari atau melakukan hal menarik kemarin? Hasilnya, Paraguay menjadi negara paling positif di dunia dengan skor 85. Tingkat positif seseorang di sebuah negara juga terkait dengan persepsi standar kehidupan, kebebasan personal, dan kehadiran jejaring sosial. Bila membahas kualitas hidup biasanya negara-negara Nordik, seperti Norwegia dan Denmark, rutin menjadi negara paling bahagia di dunia. Lantas kenapa mereka tak masuk daftar negara paling positif? Menurut Gallup, negara yang paling positif ini adalah negara yang tetap bisa bahagia meski kualitas di negara mereka tidak seperti di negara maju. "Rakyat Amerika Latin mungkin tidak selalu menilai kehidupan mereka sebagai yang terbaik (seperti negara-negara Nordik), tetapi mereka tertawa, tersenyum, dan merasakan kesenangan yang tidak dirasakan orang lain di dunia," jelas Gallup's Global Managing Partner, John Clifton. Clifton mengakui negara kaya cenderung menilai negaranya lebih baik. Namun, ia mengutip laporan dari Universitas Virginia dan Universitas Purdue bahwa terlalu kaya justru membuat seseorang melihat kehidupan menjadi sedikit lebih buruk. "Apakah kebahagiaan bisa dibeli, jawabannya masih jauh untuk bisa dipahami," ujarnya. Tapi, laporan itu menyajikan ke para pemikir dunia mengenai gagasan siapa yang terbaik dan terburuk menjalani hidupnya.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar