Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Pemilu Selesai, Kiambang Bertaut!

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) Selasa (21/5/2019) telah menetapkan hasil final rekapitulasi perolehan suara nasional peserta pemilu presiden-wakil presiden, parpol DPR, DPRD provinai, DPRD kabupaten/kota dan DPD Pemilu 2019. Dengan selesainya perhitungan dan rekapitulasi suara hasil Pemilu 2019 itu, selesai pula proses pemilu yang melibatkan langsung partisipasi rakyat. Selanjutnya rakyat menunggu proses tahapan pemilu berikutnya di Mahkanah Konstitusi (MK). Selama MK bekerja, lazim pada lembaga peradilan, prosesnya harus steril dari segala bentuk pengaruh, intervensi dan tekanan dari luar ruang persidangan. Segala bentuk pengaruh dan tekanan dari luar proses persidangan dilarang. Jika pengaruh dan tekanan dari luar dipaksakan pada proses suatu peradilan, seperti tekanan massa dalam proses politik, bisa dikenai pasal contempt of court, penghinaan terhadap pengadilan. Artinya, selama proses di MK rakyat hanya bisa menanti dan menaati hasilnya yang bersifat final. Maksud dari bersifat final itu, putusan MK tak bisa diganggu gugat, tak ada banding maupun kasasi. Karena itu, setelah proses pemilu masuk ke MK, sikap terbaik masyarakat adalah merajut kembali hubungan sosial di antara sesama warga yang sempat terganggu atau kurang harmonis akibat perbedaan pilihan dalam pemilu. Pemilu ternyata seperti biduk (perahu) yang melintas di sungai, yang membelah arus air sungai (kiambang). Tetapi setelah perahu berlalu, kiambang itu kembali bertaut dengan sendirinya. Seyogianya, demikian pula hubungan sosial di kalangan warga, selesai pemilu semua ekses perbedaan pilihan berakhir dan kembali bertaut lagi. Namun beda dengan kiambang yang bertaut kembali secara alamiah, hubungan sosial antarwarga perlu penyikapan dan jiwa besar untuk menautkannya kembali. Alangkah tepat waktunya, upaya menautkan kembali kiambang sosial itu bertepatan dengan event Idulfitri, saat saling bermaafan. Kiambang lain yang juga perlu ditautkan adalah pandangan masyarakat terhadap realitas yang dirusak oleh retorika kufur nikmat selama pemilu. Retorika itu membuat segala hal kebaikan yang telah dilakukan pemerintah dibalikkan menjadi keburukan. Semisal, harga segala kebutuhan hidup disebut meroket, padahal inflasi terendah sepanjang sejarah. Meski, penautan kiambang yang satu ini telah dilakukan oleh rakyat yang tahu bersyukur atas kebaikan yang didapatnya selama ini. Yakni, dengan memilih calon yang sebenarnya telah berjuang untuk itu.***

0 komentar: