GAGALNYA perundingan dua raksasa ekonomi dunia AS-RRT mencapai kesepakatan awal Mei ini, menyulut nafsu angkara Presiden Trump untuk menekan lebih berat perekonomian Tiongkok. Hal itu makin memperburuk dampak perang dagang pada ekonomi global. Dalam wawancara dengan Fox News yang dikutip South China Morning Post, Trump mengaku "sangat bahagia" dengan perang dagang antara negaranya dan Tiongkok. Ia menegaskan tidak akan membiarkan Tiongkok menjadi nomor satu di dunia selama dia berkuasa. "Kami mengambil kembali miliaran dolar," ketika ditanya tujuan akhir perang dagang. "Tiongkok jelas tak melakukannya sebaik kami," lanjutnya. Namun faktanya, dalam perang dagang antara AS-Tiongkok sejak medio 2018, surplus perdagangan Tiongkok dari AS justru meningkat mencapai rekor tertinggi 323,3 miliar dolar AS, atau naik 17,2% dibanding dengan surplus sebesar 275,8 miliar dolar AS pada tahun sebelumnya. Komentar Trump itu menjadi sinyal dia tidak akan terburu-buru kembali bernegosiasi dengan Beijing setelah perundingan terakhir kolaps awal Mei ini. Sejak itu, ia menaikkan tarif terhadap berbagai produk Tiongkok, dan berencana melarang Huawei mendapatkan akses ke pasar AS. Langkah Trump terakhir yang mengganggu rantai pasok pasar global, menjatuhkan harga komoditas sehingga secara telak memukul negara-negara emerging market seperti Indonesia. Meski pada Februari dan Maret neraca perdagangan RI sempat surplus, April kembali defisit. Itu akibat meski ekspor komoditas unggulan seperti CPO, menurut data BPS volumenya naik, nilainya merosot karena harganya jatuh. Bahkan, komoditas pertambangan, batu bara, timah, nikel dan bijih besi harganya turun hingga 7,31% secara bulanan. Sementara impor barang konsumsi, menurut Kepala BPS Suhariyanto meningkat hingga 24,12% karena persiapan Ramadan dan Lebaran. (CNN-Indonesia, 16/05/2019) Kondisi ekonomi yang terdampak perang dagang AS-Tiongkok itu oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani disebut dalam tekanan global yang sangat serius. (Kompas.com, 15/5/2019) "Yang perlu kita waspadai adalah sinyal bahwa situasi ini tidak akan reda dalam jangka pendek karena pola konfrontasi sangat head to head. Artinya, ketegangan ini akan mewarnai cukup panjang," tegas Sri Mulyani. Ia mengatakan adanya situasi ini membuat Indonesia tak bisa hanya mengandalkan ekspor untuk meningkatkan perekonomian nasional. Tapi positif, banyak barang yang tadinya kita impor untuk menopang industri kita, jadi tersedia. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar