Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Kaki Seribu, Jalannya Justru Lambat!


"ADI..!" teriak ibu. "Jangan bermain luwing, si kaki seribu itu, tubuhmu rawan alergi!"

"Untuk PR--pekerjaan rumah--pelajaran biologi!" jawab Adi. "Tugasnya membuat tulisan tentang hewan di sekitar rumah yang bukan peliharaan!"

"Kalau luwing, tentang apanya yang mau kau tulis?" tanya ibu jadi tertarik pada pe-er anaknya.

"Jelas tentang kakinya, yang membuat dia disebut kaki seribu!" jelas Adi. "Tapi, dengan kakinya yang banyak ini jalannya justru jadi lambat! Dibentak atau digelitik juga tak bisa membuatnya berjalan lebih cepat! Tahu Mama, apa sebabnya?"

"Tidak!" jawab ibu. "Kenapa jadi begitu?"



"Setelah kuperhatikan, dengan seribu langkah yang dia lakukan, ternyata sama dengan satu langkah makhluk berkaki dua atau empat! Karena setiap satu langkah kaki terdepan harus diikuti semua kaki berikutnya, juga dengan selangkah!" jelas Adi.

"Kedua, karena kakinya kecil-kecil--nyaris seperti rambut--sedang badannya relatif besar dan panjang dibanding ukuran setiap kaki! Akibatnya, kakinya jadi menyangga beban yang terlalu berat! Itu membuatnya tak bisa melangkah dengan ayunan loncatan untuk mempercepat gerakan seperri dilakukan hewan berkaki sedikit!"

"Huahaha...! Jadi, semakin banyak kakinya malah cuma memperlambat jalannya!" ibu terbahak. "Mirip koalisi partai-partai dalam pemerintahan, semakin banyak partai sebagai kaki pengusung kekuasaan, semakin sukar pula mengatur irama kekompakan langkahnya! Selain itu, dengan setiap partai mengemban (membawa beban) amanah kepentingan konstituen masing-masing yang harus mereka perjuangkan, beban yang harus dipikul koalisi juga menjadi jauh lebih berat!"

"Begitu ya, Ma?" timpal Adi. "Apalagi, menyatukan irama langkah semua kaki partai dalam koalisi itu tampak susah sekali, sehingga yang terjadi malah di antara kaki saling tarik-menarik, bahkan saling jegal! Akibatnya, jangankan bergerak maju, jalan di tempat juga tubuh pemerintahan koalisi jadi geal-geol oleh tarik-menarik di ntara kakinya!"

"Hal itu terjadi karena setiap partai dalam koalisi memiliki kekhasan masing-masing baik aksentuasi ideologis maupun aspirasi yang diperjuangkan!" tegas ibu. "Tapi setelah mereka berkoalisi, semua itu digeneralisasi hanya dalam satu orientasi--kepentingan kekuasaan! Tanpa kecuali, orientasi kekuasaan tersebut bertentangan dengan aspirasi konstituen yang harus diperjuangkan partai-partai koalisi! Itu penyebab jalan kekuasaan jadi geal-geol dan lambat!"

"Berarti, setiap koalisi berkuasa geal-geol bisa jadi petunjuk, orientasi kepentingan kekuasaan sedang tak selaras dengan aspirasi konstituen yang diperjuangkan partai-partai koalisi!" timpal Adi.

"Masalahnya, mana yang harus diutamakan--kepentingan kekuasaan atau aspirasi konstituen?"

0 komentar: