"MESKI sejak dini Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memperingatkan pada Februari iklim ekstrem akan melanda Lampung, curah hujan tinggi diiringi angin berpotensi puting beliung, baik Pemprov, pemkab, maupun masyarakat tidak bergegas membuat persiapan mengantisipasi ancaman tersebut!" ujar Umar. "Semua pihak pasrah hingga belasan ribu hektare tanaman padi sawah rusak dilanda banjir!"
"Fatalisme--sikap pasrah--itu menyedihkan!" sambut Amir. "Bencana dalam bentuk apa pun--apalagi bisa diprediksi, seyogianya diantisipasi secara maksimal untuk memperkecil akibatnya! Sikap fatalistik itu memprihatinkan karena mencerminkan lemahnya sense of crisis, tidak peka terhadap ancaman yang bisa merugikan masyarakat luas!"
"Fatalisme tersebut mungkin sebagai akibat dua hal. Pertama, kondisi lingkungan di hulu maupun sepanjang daerah aliran sungai (DAS) yang sudah telanjur parah, sehingga ketika hujan merata dengan curah yang tinggi kawasan resapan tak mampu menahan gelontoran air ke hilir! Apalagi di hilir juga mengalami curah hujan yang sama, jadi tak terlihat lagi jalan keluar mengatasinya!" tegas Umar. "Kedua, dengan realitas lingkungan yang tak mungkin diatasi dalam waktu singkat, juga pengalaman gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan (GNRHL) di Lampung yang justru berujung di pengadilan terhadap pelaksananya--bukan piagam sukses yang dihasilkan, maka pihak pemerintah lebih berorientasi menanggulangi akibatnya dengan cadangan nasional bibit unggul yang senantiasa tersedia!"
"Terkait kerusakan lingkungan, bukan tindakan dadakan yang diharap! Masalahnya, kenapa dari tahun ke tahun tak terlihat membaik? Sebaliknya, areal sawah yang rusak terlanda banjir semakin luas!" timpal Amir. "Soal bantuan pascabencana, boleh-boleh saja! Tapi alangkah lebih baik jika persiapan cukup sehingga bisa memperkecil akibat bencana! Sebab, sekalipun ada bantuan bibit dan pupuk, berapa besar arti hari kerja yang hilang dua sampai tiga bulan bagi petani sejak mempersiapkan lahan untuk tanam, lalu mengulang dari memperbaiki lahan dan menanam lagi, dimulai sejak penyemaian benih!"
"Tapi persiapan seperti apa yang bisa dilakukan untuk memperkecil akibat bencana?" kejar Umar.
"Kenapa air hujan tergenang di sawah? Dari situ dirunut jalan keluar sampai ujung pembuangan!" timpal Amir. "Jika air tertahan karena saluran irigasi pembuangan tak mampu menampung, mungkin sudah jadi dangkal, gotong royonglah diperdalam kembali! Dengan menambah daya tampung mengalirkan satu meter kubik per detik saja, 100-an hektare sawah bisa diamankan! Kalau hal itu dilakukan terhadap ratusan bahkan ribuan jaringan irigasi se-Lampung, usaha memperkecil akibat banjir mungkin cukup berarti juga!" n
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Kamis, 18 Februari 2010
Sikap Fatalistik Menyambut Banjir!
Label:
Banjir,
BMKG,
Fatalistik,
Lingkungan
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar